Tuesday, November 8, 2011

Laporan KimDas (Kimia Dasar)

BAB I
PENDAHULUAN
Analisa kuantitatif adalah suatu upaya pemisahan suatu kesatuan bahan atau materi menjadi senyawa-senyawa unsur sehingga data yang diperoleh dapat dipergunakan untuk menetapkan komponen atau penyusun tersebut.Analisa ini dibagi menjadi dua, yaitu cara klasik dan cara modern atau instrumental.
Cara klasik ialah cara yang didasarkan pada penggunaan reaksi kimia dan disebut cara stoikiometri. Sedangkan cara instrumental didasarkan pada pengukuran besaran fisik untuk menentukan jumlah zat atau komponen yang dicari dan disebut cara non stoikiometri. Cara klasik terdiri dari gravimetri,volumetri dan titrimetri. Cara modern terdiri dari dua, yaitu : analisa berdasarkan penggunaan sinar dan analisa berdasarkan penggunaan energi bukan sinar.
Teknik analisis kuantitatif meliputi cara pengenceran, pengukuran dan penimbangan dengan seksama, penggunaan buret dan teknik titrasi, penentuan titik akhir, pembacaan volume titrasi, analisis data secara statistik sampai dengan penarikan kesimpulan hasil analisis.
Analisa volumetri adalah suatu analisa kuantitatif yang dilakukan dengan jalan mengukur volume larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teiliti. Larutan yang diteliti harus dapat bereaksi secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditentukan volumenya. Penambahan titran dihentikan setelah titik ekuivalen dicapai, yaitu ketika terjadi perubahan warna pada larutan yang dititrasi.
            Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengenal metode analisa kuantitatif serta dapat menetapkan kadar asam cuka. Manfaat dari praktikum ini adalah agar praktikan lebih mampu memahami serta mengenal metode analisa kuantitatif dan dapat menetapkan kadar asam cuka dengan menggunakan rumus yang telah ditetapkan sebagai salah satu metode untuk menyelesaikan masalah-masalah analitik dan mengaitkan aplikasinya dengan bidang yang lain.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Analisa Kuantitatif
Analisa kuantitatif  adalah suatu cara atau upaya sistematis yang dilakukan dengan jalan mengukur yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti,serta untuk mengubah sesuatu menjadi sederhana (Underwood;1990). Sedangkan menurut Herman Rath (1994) analisa kuantitatif adalah suatu upaya untuk menguraikan senyawa menjadi unsur-unsurnya atau komponen-komponennya.
Khoppar(1990) Analisa kuantitatif merupakan suatu analisa yang menggunakan larutan baku atau larutan standar yaitu larutan yang telah diketahui konsentrasinya dengan teliti. Suatu larutan dikatakan sebagai larutan standar apabila memenuhi syarat-syarat yaitu mempunyai kemurnian tinggi atau rendah yang dapat dimurnikan, dapat ditimbang dengan tepat, tidak teroksidasi oleh oksigen dan tidak terpengaruh oleh karbondioksida di udara bebas. Massa rumus harus tinggi sehingga apabila terjadi kekeliruan dalam menimbang maka kesalahan dapat diabaikan karena perbedaan penghitungan relatif kecil, zatnya mudah dan cepat  larut dalam pelarut yang sesuai, serta dapat bereaksi dengan cepat.


2.2. Jenis-jenis Analisa Kuantitatif
Pada dasarnya,analisa kuantitaif dibagi menjadi tiga jenis. Analisa gravimetri, analisa volumetri, analisa instrumental (Sumardjo, 1997). Larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti disebut volume standar atau larutan baku. Biasanya untuk mengukur volume larutan standar pada larutan standar tersebut harus ditambahkan melalui alat yang disebut buret. Proses penambahan larutan standar ke dalam larutan yang ditentukan sampai terjadi reaksi yang sempurna disebut titrasi  (Khoppar, 1990).
Analisa volumetri berdasarkan materi kimia secara konsentrasi adalah aA + bB → cC, dengan A= larutan titrat (belum diketahui konsentrasinya) dan B= larutan standar (telah diketahui konsentrasinya). Dua langkah utama dalam analisis adalah identifikasi dan estimasi komponen suatu senyawa. Langkah identifikasi dikenal sebagai analisa kualitatif sedangkan langkah estimasinya adalah analisa kuantitatif. Analisa kuantitatif dapat diklasifikasikan dengan dasar metode analisis atau dengan dasar analisanya. Pembagian atas metode­-metode yang mencakup metode analisis klasik seperti gravimetri dan volumetri yang mencakup instrumentasi canggih, kemudian dikenal sebagai metode analisis modern (Khoppar,1990).
Reaksi yang diperoleh dalam larutan ketika sempurna sudah tercapai disebut saat ekuivalen atau saat stoikiometri, yang ditandai dengan adanya suatu perubahan warna atau terjadinya suatu endapan yang disebabkan oleh larutan standartnya sendiri atau karena adanya penambahan suatu larutan petunjuk atau indikator. Saat dimana proses harus dihentikan disebut sebagai saat akhir titrasi. Diharapkan saat titrasi sama dengan saat ekuivalen. Tapi pada kenyataannya kedua saat tersebut sulit dicapai secara bersamaan. Seisih waktu tersebut menyebabkan kesalahan titrasi. Selain itu reaksi kuantitatif juga harus berjalan cepat, sebab bila reaksinya lambat titik ekuivalen sulit untuk diamati. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mempercepat reaksi yaitu dengan pemanasan, pengadukan, atau penambahan katalisator (Sumardjo, 1997). Larutan NaOH yang ditambah fenolftalein berwarna merah muda karena fenolftalein tereduksi dengan basa dan menimbulkan warna merah muda. Pada titik ekuivalen (perubahan warna terjadi) asam dan basa pada larutan fenolftalein tidak bereaksi (Salomon, 1987). Konsentrasi NaOH dapat diketahui dengan rumus N1V1 = N2,V2 (Ebbing, 1987)
2.3. Reaksi Pengendapan
Reaksi pengendapan adalah reaksi yang ditimbulkan karena suau zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan ini mungkin berupa kristal atau koloid yang dikeluarkan dari larutan dengan cara filtrasi (Keenan, 1991).
Contoh: - kelarutan CaCO3(s) pada air yang berisi CO2 > daripada dalam air.
                 CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(g) → Ca(HCO3)2(aq)
               -kelarutan Al(OH)3 dalam KOH > daripada kelarutan Al(OH)3 dalam air.
                 Al(OH)3(s) + KOH(aq) → KAlO2(aq) + 2 H2O(l)
                      -kelarutan AgCl(s) dalam NH4OH > daripada AgCl dalam air.
                AgCl(s) + NH4OH(aq)→ Ag(NH3)2Cl(aq) + H2O(l)
2.4. Reaksi Netralisasi
Reaksi netralisasi adalah reaksi yang umum antara asam kuat dan basa yang menimbulkan gejala kenaikan suhu pada larutan yang direaksikan (Sumardjo, 1997).
Contoh : - HCl + NaOH → NaCl + H2O (Brady, 1990).
2.5. Reaksi Redoks
 Merupakan reaksi penurunan dan penaikan bilangan oksidasi. Contoh: 2FeCl3 + SnCl2   2FeCl2 +  SnCl4 (Sudarmadji, 1990). Titrasi atau metode volumetri diklasifikasikan menjadi titrasi asam–basa, titrasi reduksi-oksidasi, titrasi pengendapan, dan titrasi komplek sometri. Titrasi asam basa meliputi asam dan basa baik lemah maupun kuat. Selama titrasi ini, derajat keasaman larutan berubah secara khas dan elastis apabila volumenya mencapai titik ekuivalen. Sebagian besar titrasi dilakukan pada suhu kamar, kecuali tirasi basa-basa yang mengandung CO2 karena dapat bereaksi dengan udara luar. Temperatur mempengaruhi proses titrasi ini (Sumardjo, 1997).
Derajat keasaman dan perubahan warna indikator tergantung temperatur. Reaksi umumnya HA + OH- → A- + H2O (Day, 1990). Titrasi Reduksi-Oksidasi mencakup hampir semua reaksi reduksi oksidasi. Berbagai macam reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis volumetri dengan syarat kesetimbangan yang dicapai disetiap penambahan titrasi dapat
berlangsung dengan cepat dan juga diperlukan adanya indikator yang mampu menunjukkan titik ekuivalen stoikiometri dengan akurasi yang tinggi. Reaksi umumnya Aoks 1  + Bred 2 → Ared 1  + Boks 2  (Day, 1990). Titrasi Pengendapan mencakup pembuatan endapan hasil titrasinya berupa endapan atau garam yang sukar larut. Dasarnya adalah reaksi pengendapan cepat mencapai keseombangan pada setiap penambahan titrasi. Reaksi umumnya Ag+ + X-  → AgX dengan X adalah Br-, U, I (Day, 1990). Titrasi Komplek Sometri mencakup reaksi pembentukan ion-ion kompleks maupun pembentukan molekul-molekul netral yang berdisosiasi dalam larutan. Reaksi umumnya Ag+ + 2X-  → (Ag(X2)) (Day, 1990).



                                                                          BAB III
MATERI DAN METODE
            Praktikum kimia ini diselenggarakan pada hari Minggu,10 Oktober 2010.Pada pukul 11.00-12.24 di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang dengan materi analisa kuantitatif.
3.1.  Materi
            Alat  yang digunakan dalam praktikum ini antara lain: buret fungsinya untuk mentitrasi larutan NaOH dan asam cuka , statif digunakan untuk menggantungkan tabung buret , klem fungsinya untuk menjepit tabung buret , erlenmeyer 100 ml sebagai tempat pencampuran asam cuka yang diencerkan dengan aquades  dan tiga tetes indikator fenolftalein , digunakan sebagai  tempat NaOH yang telah ditetesi tiga tetes indikator fenolftalein , labu ukur 250 ml sebagai tempat pengencer asam cuka , labu ukur 100 ml digunakan untuk tempat pengencer asam oksalat , pipet volume 10 ml digunakan untuk mengambil 5 ml asam cuka yang telah diencerkan , pipet tetes digunakan untuk mengambil fenolftalein (PP)
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain: Asam oksalat (H2C2O4) , NaOH 0,1 N , Fenolftalein (PP) sebanyak 1 % , Asam Cuka (Cuka merek Dixi) , Aquades.

3.2. Metode
3.2.1. Standarisasi NaOH dengan Larutan Asam Oksalat Standar
Metode yang digunakan dalam praktikum analisa kuantitatif menentukan standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat adalah menimbang dengan tepat 0,63 asam oksalat kemudian melarutkan asam oksalat tersebut dengan aquades dan mengencerkan menjadi 100 ml dengan labu takar. Mengisikan larutan asam oksalat ke dalam buret , kemudian memasukkan 15 ml NaOH dan menambahkan air hingga volumenya 100 ml ke dalam erlenmeyer. Kemudian menambahkan tiga tetes indikator fenolftalein. Setelah itu, menitrasi larutan tersebut dengan asam oksalat standart sampai  warna merah indikator tepat hilang dan mencatat volume asam oksalat yang diperlukan. Melakukan titrasi tersebut sebanyak tiga kali dan menghitung konsentrasi NaOH.
3.2.2. Penetapan Kadar Asam Cuka
Metode yang digunakan dalam praktikum analisa kuantitatif menentukan penetapan kadar asam cuka adalah pertama mengisikan larutan NaOH yang telah diketahui konsentrasinya ke dalam buret, kemudian mengambil 25 ml asam cuka dan mengencerkan menjadi 250 ml dengan labu takar. Mengambil 25 ml asam cuka yang telah diencerkan dan memasukkan ke dalam erlenmeyer, menambahkan tiga tetes indikator fenolftalein. Menitrasi larutan tersebut dengan larutan NaOH sampai timbul warna merah muda yang tetap. Mengulangi langkah tersebut sebanyak tiga kali untuk erlenmeyer yang lain serta mencatat volume NaOH yang diperlukan dan menghitung kadar asam cuka.

BAB IV
    HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat
                  Tabel 1.Hasil Standarisasi NaOH dengan larutan Asam Oksalat
Titrasi
                 Volume Asam Oksalat
Titrasi I
13,6 ml
Titrasi II
13,2 ml
Rata-Rata
13,4 ml
       Sumber : Data Primer Praktikum Kimia Dasar 2010
Pada percobaan pertama, NaOH yang diberi indikator fenolftalein berwarna merah muda dan berubah menjadi bening setelah ditambahkan 13,6 ml asam oksalat, pada percobaan kedua berubah warna setelah ditambahkan 13,2 ml asam oksalat. Hal tersebut menunjukkan reaksi positif yang dittandai dengan indikator merah berubah menjadi bening. Sesuai dengan pendapat Soemardjo (1997) bahwa reaksi sempurna ditandai dengan adanya suatu perubahan warna yang disebabkan oleh larutan itu sendiri atau karenma adanya penambahan suatu larutan petunjuk.
 Larutan NaOH yang ditambah fenolftalein berwarna merah muda karena fenolfltalein tereduksi dengan basa dan menimbulkan warna merah muda. Pada titik ekuivalen (perubahan warna terjadi) asam dan basa pada larutan fenolftalein tidak bereaksi (Salomon, 1987).

4.2. Pengukuran Kadar Asam Cuka
             Tabel 2.Hasil Pengukuran Asam Cuka(Merek Dixi)
Titrasi
                 Volume NaOH
Titrasi I
4,1
Titrasi II
3,6
Rata-Rata
3,85
   Sumber : Data Primer Praktikum Kimia dasar,2010
Pada percobaan penetapan kadar asam cuka terjadi reaksi kimia sebagai berikut:
                        NaOH(aq)  + CH3COOH(aq)  → NaCH3COO(aq) + H2O(l)
Titrasi asam asetat dengan NaOH sebagai larutan standar akan dihasilkan garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat (Salomon, 1987). Setelah ditetesi fenolftalain asam cuka menjadi merah, tetapi setelah ditambah asam oksalat timbul warna merah muda. Hal tersebut disebabkan oleh fenolftalain yang tereduksi dengan basa dan menimbulkan warna merah muda (Sumardjo, 1997).
            Perhitungan kadar asam cuka yang di dapat dari hasil titrasi adalah 6,85%. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Sumardjo (1997) bahwa kadar asam cuka sebesar 7,1 %. Akan tetapi pada label cuka ”Dixi” sebagai sampel tercantum tidak demikian. Hal ini disebabkan oleh titik akhir titrasi yang diharapkan tidak sama dengan titik ekuivalen. Selain itu juga disebabkan karena perubahan skala buret yang tidak konstan dan kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator (Salomon, 1987).

 
BAB V
KESIMPULAN
            Kesimpulan dari percobaan analisa kuantitatif ini adalah titrasi dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu larutan standar, indikator,saat equivalen,serta ketelitian dalam menghitung. Reaksi dalam titrasi harus berjalan tetap dan kuantitatif, keberhasilan titrasi dapat dilihat dari perubahan warna pada larutan yang dititrasi. Titrasi merupakan salah satu cara analisa kuantitatif yang berdasarkan volume bahan yang diperlukan untuk mencapai equivalen. Pada standarisasi NaOH reaksi sempurna ditandai dengan adanya suatu perubahan warna yang disebabkan oleh larutan itu sendiri atau karena adanya penambahan suatu larutan petunjuk. Pada titrasi asam asetat dengan NaOH sebagai larutan standar akan dihasilkan garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat.


DAFTAR PUSTAKA
Brady, J.E. 1990. Kimia Umum Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Day, R.A and A.L Underword. 1990. Analisa Kuantitatif. Enory University.
Pruntice Hall Inc, USA.

Ebbing. 1987. Chemistry edisi 2. Houghtanbenardmiftn, USA.
Keenan, Charles. 1991. Ilmu Kimia untuk Universitas Edisi Keenam. The
University of Tennesa Knoville. Jakarta: Erlangga.
Khoppar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analisa, Jakarta: Universitas Indonesia
Pers.

Rath., Herman. 1994. Kimia Dasar Edisi 6. Erlangga: Jakarta.
Rogers, E.P. 1987. Fudamental of Chemistry. Brock/ Cole Publising
Company,USA.
Salomon, S. 1987. Introduction to General Organic and Biological Chemistry.
McGraw-Hill Book Company Inc, USA.
Sudarmadji, S. 1990. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian Liberty dan PAU
Pangan dan Gizi, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Sumardjo, D. 1997. Kimia  Organik Universitas Diponegoro, Semarang.

2 comments: