BAB
I
PENDAHULUAN
Pakan merupakan
salah satu faktor yang sangat penting dalam
menunjang
usaha peternakan. Mutu bahan pakan yang diberikan kepada ternak
secara langsung akan dapat mempengaruhi tingkat produksi dan
produktivitas ternak yang dipelihara. Pakan berkualitas tinggi adalah
pakan dengan kandungan zat-zat nutrisi yang lengkap yang sangat
diperlukan oleh tubuh ternak seperti protein, karbohidrat, lemak,
vitamin dan air.
Berbagai
masalah yang timbul tentang hijauan pakan di Indonesia, diantaranya
adalah kesulitan dalam memanfaatkan dan mempertahankan kualitas
produksi hijauan yang meningkat pada musim hujan, hal tersebut dapat
diatasi dengan upaya mengolah dan mengawetkan bahan pakan, terutama
hijauan menjadi pakan yang mempunyai kualitas lebih baik. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan yaitu perlakuan fermentasi.
Tujuan dari
Praktikum Teknologi Pengolahan Pakan adalah agar mahasiswa dapat
memahami
dan mampu melakukan pengolahan dan pengawetan bahan pakan dengan
proses fermentasi terhadap bahan pakan. Manfaat dari praktikum adalah
mahasiswa mampu mengetahui kualitas hasil fermentasi dilihat dari
organoleptik yang meliputi bau, rasa, tekstur, warna, jamur,
penggumpalan, dan pH.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Bekatul
Bekatul adalah
bagian terluar dari bagian bulir yang terbungkus oleh sekam. Bulir
adalah buah sekaligus biji berbagai tumbuhan serealia sejati, seperti
padi, gandum, dan jelai. Istilah bekatul terutama disematkan kepada
padi, karena serealia inilah yang dikenal dalam budaya Nusantara.
Namun demikian, bekatul dapat diperoleh pula dari jagung, gandum,
milet, serta jelai.Asal-usul bekatul secara anatomi adalah lapisan
aleuron dan sebagian perikarp yang terikut. Aleuron adalah lapisan
sel terluar yang kaya gizi dari endospermium, sementara perikarp
adalah bagian terdalam dari sekam. Bekatul padi dapat dilihat pada
beras yang diperoleh dari penumbukan. Proses pemisahan bekatul dari
bagian beras lainnya dikenal sebagai penyosohan (polishing)
untuk memperpanjang masa penyimpanan beras, sekaligus memutihkannya.
(Anonimous, 2013).
Menurut
Auliana (2011) potensi bekatul sebagai makanan bergizi tinggi
berkorelasi dengan produksi beras sebagai konsumsi utama makanan
pokok masyarakat Indonesia. Namun demikian bekatul memiliki kelemahan
mudah rusak oleh aktivitas hidrolitik dan oksidatif enzim lipase yang
berasal dari dalam bekatul (endogenous)
maupun aktivitas mikroba sehingga merusak senyawa bioaktif sehingga
untuk mempertahankannya, maka seluruh komponen penyebab kerusakan
harus dikeluarkan atau dihambat. Metode yang dapat digunakan adalah
perlakuan fisik, mekanis, atau kombinasi keduanya, misalnya pembuatan
bekatul menjadi makanan lain yang lebih awet merupakan salah satu
cara mempertahankan senyawa bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan.
Kerusakan bekatul juga terutama karena kandungan asam lemak tidak
jenuhnya yang tinggi yang biasanya diawali dengan tanda kerusakan
tengik (rancidity),
oleh karena itu bekatul segar hanya memiliki umur simpan 24 jam.
Setelah itu bekatul harus diawetkan dan disimpan dalam almari es
untuk digunakan atau diolah menjadi bebagai produk.
2.2.
Garam
Secara fisik,
garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristalyang
merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida
(>80
%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Klorida, Magnesium
Sulfat,Kalsium Klorida dan lain-lain. Garam mempunyai
sifat/karakteristik higroskopisyang berarti mudah menyerap air, bulk
density
(tingkat
kepadatan) sebesar 0,8 – 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu
800
C
(Burhanuddin, 2001).
Fungsi
garam pada proses fermentasi adalah sebagai penyuplai NH3,
ini digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam proses
fermentasi, sehingga fungsi urea ialah tidak sebagai penambah nutrisi
pakan melainkan berfungsi sebagai katalisator dalam proses fermentasi
(Liptan, 2000).
2.3.
Ragi
Ragi
(yeast)
merupakan fungi yang tidak mempunyai kemampuan membentuk miselium dan
pada tahap tertentu dalam siklus kehidupannya berbentuk sel-sel
tunggal yang bereproduksi dengan buah (budding)
atau pemecahan (fission).
Ragi merupakan organisme fakultatif yang mempunyai kemampuan
menghasilkan energi dari senyawa organik dalam kondisi aerob maupun
anaerob sehingga ragi dapat tumbuh dalam kondisi ekologi yang
berbeda. Ragi dapat tumbuh dan berkembang biak lebih cepat daripada
fungi yang bermiselium (Wina, 1999). Dalam bobot kering, ragi
memiliki kadar protein 42.92%, lemak 0.66%, karbohidrat 51.44% serta
abu 4.98% (Chumaedi dan Djajadireja, 1982).
2.4.
Molases
Molases
adalah sejenis sirup yang merupakan sisa dari proses pengkristalan
gula pasir. Molases tidak dapat dikristalkan karena mengandung
glukosa dan fruktosa yang sulit untuk dikristalkan (Pramana, 2008).
Ketersediaan molases di Indonesia cukup banyak. Hal ini berkorelasi
dengan luas areal perkebunan tebu yang semakin meningkat. Molases
adalah hasil sampingan yang berasal dari proses pembuatan gula tebu
(Saccharum
officinarum).
Molases berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap pemisahan
kristal gula yang tidak dapat dibentuk lagi menjadi sukrosa namun
masih mengandung gula dengan kadar tinggi (50 – 60 persen), asam
amino dan mineral. Tingginya kandungan gula dalam bentuk molases
sangat potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol. Molases
dapat juga digunakan secaralangsung atau bahan baku pembuatan produk
– produk yang bernilai ekonomis, misalnya kecap, pupuk, pakan
ternak ataupun industri fermentasi (Paturau, 1982).
BAB
III
MATERI
DAN METODE
3.1.
Materi
Alat
yang digunakan dalam pembuatan fermentasi pakan antara lain plastik
bening sebagai tempat bahan yang akan difermentasikan, timbangan
untuk menimbang bahan sumber karbohidrat yaitu bekatul, gelas ukur
untuk mengukur air yang akan digunakan dalam fermentasi,
kertas
label dan spidol untuk memberi kode pada tiap plastik yang berisi
bahan fermentasi, serta pH meter untuk mengukur pH nya, dan nampan
sebagai tempat untuk mencampur bahan yang digunakan.
Bahan
yang digunakan yaitu bekatul sebagai sumber karbohidrat, molases dan
ragi sebagai pembuat starternya, garam dan air.
3.2.
Metode
Langkah
pertama dalam pembuatan fermentasi adalah menimbang bekatul sebanyak
300 gram, garam sebanyak 0,5 gram, ragi 9 gram dan molases 0,54 gram.
Meletakkan semua bahan kedalam nampan lalu mencampurnya hingga
homogen. Mengambil air dengan gelas ukur sebanyak 556 ml lalu
menambahkannya sedikit
demi sedikit ke dalam nampan bersama bahan yang lainnya. Membagi
bahan yang ada di nampan menjadi 6 bagian lalu masukkan ke dalam 6
plastik bening yang ada secara perlahan sehingga tidak ada udara di
tengahnya, lalu memadatkan dan menutupnya dengan rapat. Melakukan
pemeraman selama 1 minggu dan menguji secara organoleptik setiap
harinya.
Kadar
air yang dibutuhkan =
BAB
III
HASIL
PEMBAHASAN
3.1.
Data Pengamatan Organoleptik Fermentasi Molases
Praktikum
mengenai fermentasi molases, diperoleh hasil:
Tabel 1. Hasil
Pengamatan Organoleptik Fermentasi Molases
Hari
ke
|
Uji
Organoleptik
|
||||||
Bau
|
Tekstur
|
Warna
|
Jamur
|
Penggumpalan
|
pH
|
||
0
|
Sedang
|
Lembek
|
Coklat
|
-
|
-
|
5,25
|
|
1
|
Asam
|
Sedang
|
Coklat
|
-
|
-
|
4,76
|
|
2
|
Sedikit Asam |
Kental
|
Coklat
|
-
|
-
|
4,62
|
|
3
|
Asam
|
Lembek
|
Coklat
|
-
|
-
|
4,11
|
|
4
|
Asam
|
Sedang
|
Coklat
|
-
|
-
|
4,10
|
|
5
|
Asam
|
Sedang
|
Coklat
|
-
|
-
|
3,97
|
|
6
|
Asam
|
Sedang
|
Coklat
|
-
|
Sedikit
|
||
Skor
|
9
|
6
|
6
|
9
|
9
|
9
|
Sumber:
Data Primer Praktikum Teknologi Pengolahan Pakan, 2013
3.1.1.
Bau
dan Rasa
Berdasarkan
data pengamatan pembuatan fermentasi pada bekatul diperoleh hasil
pada hari ke- 0 memiliki bau tidak terlalu asam, hari ke-1 baunya
menjadi asam, hari ke-2 baunya tidak asam, hari ke-4 baunya menjadi
asam kembali, hari ke-5 baunya asam, dan hari terakhir baunya tetap
asam. Keasaman yang terjadi dari tiap hari proses fermentasi yang
semakin lama maka akan semakin meningkat. Bau
asam pada molases tersebut dapat disebabkan oleh adanya peningkatan
kandungan asam laktat karena aktivitas mikrobia dari ragi yang mampu
memecah karbohidrat molases menjadi asam laktat. Proses fermentasi
dengan asam laktat membutuhkan keadaan yang anaerob dan diawali
dengan proses glikolisis karbohidrat yang menghasilkan asam piruvat,
proses selanjutnya adalah perubahan asam piruvat menjadi asam laktat.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ferdinand dan Ariebowo (2007) yang
berpendapat bahwa proses fermentasi asam laktat diawali dengan
glikolisis karbohirat yag menghasilkan asam piruvat, proses
selanjutnya adalah perubahan asam piruvat menjadi asam laktat.
Amerine et
al., (1972)
menambahakan bahwa semakin lama fermentasi maka asam-asam yang mudah
menguap jumlahnya akan semakin banyak. Dengan semakin banyaknya
asam-asam mudah menguap ini akan mengakibatkan timbulnya bau khas
yang sedikit asam.
3.1.2.
Tekstur
Berdasarkan data
pengamatan pembuatan fermentasi pada bekatul diperoleh hasil hari
ke-0 hingga hari ke-6 teksturnya masih lembek dan tidak terjadi
pengerasan pada pakan.
Perubahan tekstur molases tersebut dapat disebabkan olehsemakin
banyaknya asam-asam organik yang dihasilkan, asam-asam organik
tersebut berbentuk cair, sehingga mengakibatkan perubahan tekstur
yang menjadi lebih lembek. Hal ini sesuai dengan pendapat Amerine et
al., (1972)
yang berpendapat bahwa asam-asam organik seperti asam laktat
berbentuk cairan. Mujumdar (1995) menambahkan bahwa kadar air dari
hasil fermentasi berpengaruh pada tekstur yang berubah menjadi lebih
lembek.
3.1.3.
Warna
Berdasarkan data
pengamatan pembuatan fermentasi pada bekatul diperoleh hasil warnanya
tetap coklat dan tidak mengalami perubahan apapun dari hari ke-0
sampai hari ke-6. Warna coklat ini ditimbulkan oleh pengaruh suhu
yang terjadi saat proses fermentasi tersebut berlangsung. Faktor
yang dapat mempengaruhi warna dari hasil fermentasi molases dengan
ragi antara lainadanya tambahan kadar air sebagai hasil dari proses
fermentasi yang menghasilkan etanol, CO2
dan H2O
sehingga warna dari molases menjadi lebih pudar akibat terkena
tambahan air dari hasil fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hawab (2004) yang berpendapat bahwa hasil akhir reaksi fermentasi
pada suasana anaerob adalah etanol, CO2
dan H2O.
Ngili (2009) juga menambahkan bahwa etanol, CO2
dan H2O
dihasilkan dari proses pemecahan glukosa dalam proses fermentasi yang
bersuasana anaerob.
Sesuai
dengan Winarno et.
al.,
(1980) bahwa naiknya suhu pada awal fermentasi menyebabkan mailard,
yaitu proses terjadinya reaksi gula pereduksi dengan senyawa yang
bergugus NH2
yang menghasilkan furfural dehid yang berwarna melanoidin sehingga
terjadi warna coklat.
3.1.4.
Jamur
Berdasarkan
data pengamatan pembuatan fermentasi pada bekatul diperoleh hasil
tidak ditemukannya jamur yang tumbuh selama proses fermentasi, meski
plastik tempat untuk fermentasi sempat mengembang bahkan sampai
meletus. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kondisi untuk fermentasi sudah anaerob
sehingga tidak ada kesempatan bagi jamur untuk tumbuh. Selain itu,
fermentasi merupakan proses perubahan gradual oleh enzim beberapa
bakteri, khamir dan jamur yang terjadi secara anaerob. Hidayat et
al.,
(2006) berpendapat bahwa fermentasi merupakan proses perubahan
gradual oleh enzim beberapa bakteri yang terjadi secara anaerob.
Krisnan (2008) menambahkan bahwa
aktivitas
air digunakan untuk mengetahui seberapa jauh bahan tersebut telah
mengalami kerusakan yang disebabkan jamur, khamir, bakteri, enzim dan
kerusakan kimia lainnya..
3.1.5.
Penggumpalan
Berdasarkan
data pengamatan pembuatan fermentasi pada bekatul diperoleh bahwa
pakan hasil fermentasi mengalami sedikit penggumpalan. Penggumpalan
dapat disebabkan pertumbuhan mikrobia pendegradasi karbohidrat yang
dalam pertumbuhannya akan menghasilkan beberapa bentuk. Hal ini
sesuai dengan pendapat Buckle et
al., (1985)
yang berpendapat bahwa mikroorganisme pendegradasi karbohidrat
(khamir maupun fungi) dalam pembelahan selnya akan menghasilkan
beberapa bentuk seperti bentuk
bola (spheroidal),
bentuk telur (ovoidal),
bentuk silinder (cylindrical),
bentuk lengkung (ogival),
bentuk segitiga (triangular),
bentuk botol (flask
shaped)
dan bentuk apikulat (apiculate).
Paturau (1982) juga menambahkan bahwa mikrobia pendegradasi
karbohidrat (khamir) berbentuk oval
tidak beraturan dan berukuran antara 5 – 20 mikron.
3.1.6. pH
Berdasarkan data
pengamatan pembuatan fermentasi pada bekatul diperoleh bahwa pakan
hasil fermentasi pH-nya pada hari ke-0 adalah 5,25, hari ke-1 adalah
4,76, hari ke-2 menjadi semakin asam lagi yaitu 4,62, hari ke-3
semakin menurun menjadi 4,11 hari ke-4 adalah 4,10, hari ke-5 menjadi
turun semakin asam yaitu 3,97, dan pada hari terakhir pH-nya dibawah
3,97.
Penurunan nilai pH tersebut dapat disebabkan oleh adanya aktivitas
mikrobia yang menyebabkan meningkatnya kandungan asam dalam molases,
sehingga pH molases menurun dan menjadi semakin asam. Keadaan asam
ini disebabkan oleh oksidasi etanol menjadi asetildehid yang
selanjutnya dioksidasi menjadi asam laktat. Kondisi ini akan
menyebabkan
suasana menjadi asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Sebayang (2006)
yang berpendapat bahwa keadaan asam dari hasil fermentasi molases
disesbabkan oleh teroksidasinya etanol menjadi asetildehid yang
selanjutnya mengalami oksidasi lanjutan menjadi asam laktat. Simbolon
(2008) juga menambahkan bahwa semakin banyak jumlah karbohidrat yang
dirombak menjadi glukosa, asam asetat, alkohol dan senyawa lainnya
mengakibatkan penurunan pH menjadi lebih asam.
BAB IV
KESIMPULAN DAN
SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil
fermentasi cukup baik karena baunya tidak busuk, tidak terjadi
penggumpalan dan pH cukup baik. Namun, warnanya kuning sedikit
kecoklatan, teksturnya kurang lemas (sedikit kaku).
4.2. Saran
Sebaiknya saat
menutup wadah yang digunakan untuk proses fermentasi benar- benar
tertutup rapat sehingga kondisinya menjadi anaerob. Selain itu
sebelum pengujian sebaiknya di angin–anginkan terlebih dahulu dan
bahan fermentasi dipastikan tercampur dengan sempurna agar didapatkan
pH yang stabil dan memiliki kriteria yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amerine, M., A. Berg
and M. V. Croes. 1972. The Technology of Wine Making, The AVI
Publishing Company, Wesport, Connecticut.
Anonimous. 2013.
Amoniasi Jerami Padi Sebagai Pakan Ternak.
(www.sinartani.com/mimbarpenyuluh/amoniasi-jerami-padi-sebagai-akan-ternak-1228791078.)
diakses 29 Mei 2013.
Auliana, R. 2011.
Seminar Nasional Dharma Wanita, Fakultas Teknik UNY, Yogyakarta.
Buckle,
K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan.
Diterjemahkan oleh Pumomo, H. dan Adiono. 1985. Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Burhanuddin. 2001.
Strategi Pengembangan Industri Garam di Indonesia, Kanisius,
Yogyakarta.
Chumaedi dan
Djajadireja. 1982. Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Tira
Pustaka, Jakarta.
Krisnan, R. 2008.
Perubahan
Karakteristik Fisik KonsentratDomba Selama Penyimpanan.
Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Sei
Putih, Galan Kusumawardana,
A. 2007. Pengaruh Penambahan Aditif Umbi Ketela Pohon Pada Silase
Pakan Lengkap Terhadap pH dan Perubahan Kandungan Nutrien Pakan .
Skripsi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak FAPET UB. Malang.
Lembar informasi
pertanian (Liptan) IP2TP Mataram.2000. Pembuatan Jerami Fermentasi.
Instalasi Penelitian dan Pengkajian teknologi Pertanian Mataram,
Mataram.
(www.sinartani.com/.../amoniasi-jerami-padi-sebagai-pakan-ternak-1228791078.htm).
akses 30 Mei 2013.
.Lubis, D. A. 1992.
Ilmu Makanan Ternak, Jakarta, PT Pembangunan.
Mujumdar,
A S. 1995. Handbook of Industrial Drying, 2nd
edition, Marcel Dekker, New York.
Ngili, Y. 2009.
Biokimia Struktur dan Fungsi Biomolekul. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Pramana. 2008.
Potensi Molases di Indonesia beserta Klasifikasi Penggunaannya,
Pustaka Karya, Bandung.
Paturau. 1982. Ragam
Pemberian Molases dalam Industri Agribisnis, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Sebayang,
F. 2006. Pembuatan Etanol dari Molases Secara Fermentasi Menggunakan
Sel Saccharomyces
cerevisiae
yang Terimobilisasi pada Kalsium Alginat. Jurnal Teknologi Proses 5
(2):
75-80.
Simbolon,
K. 2008. Pengaruh Persentase Ragi Tape dan Lama Fermentasi Terhadap
Mutu Tape Ubi Jalar.Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara
(Skripsi).
Syamsu, A.J. 2001
Kualitas Jerami Padi yang Difermentasi dengan Manure Sebagai Pakan
Ruminansia. Animal Production 3(62-66).
Wina, E. 1999.
.Pemanfaatan Ragi (Yeast) Sebagai Pakan Imbuhan untuk
Meningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia, Balai Penelitian
Ternak, Bogor.