BAB
I
PENDAHULUAN
Eceng
gondok (Eichhorniacrassipes)
adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Eceng gondok memiliki
kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai
gulma yang merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah
menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Eceng gondok yang
dianggap sebagai gulma dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak
yang mengandung protein kasar cukup tinggi. Maka pengolahan yang
paling tepat untuk eceng gondok dengan proses amoniasi untuk
meningkatkan nilai N dalam bahan pakan tersebut. Amoniasi merupakan
salah satu perlakuan kimiawi dengan menggunakan urea yang bersifat
alkalis yang dapat melarutkan hemiselulosa.
Tujuan
dari praktikum amoniasi adalah supaya praktikan mampu meningkatkan
kualitas hijauan pakan berserat dengan pengolahan secara amoniasi,
membuat amoniasi dengan cara sederhana dan dengan cara yang benar,
mampu mengenal dan menentukan bahan dan peralatan yang biasa
digunakan untuk membuat amoniasi, mampu menilai kualitas amoniasi
yang dibuat. Manfaat dari praktikum amoniasi adalah supaya praktikan
dapat membuat amoniasi sederhana dan dapat menilai kualitasnya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Amoniasi
Amoniasi
merupakan
suatu poses perombakan dari struktur keras menjadi struktur yang
lebih lunak (hanya struktur fisiknya) dan penambahan unsur N saja,
prinsip
dalam teknik amoniasi ini adalah penggunaan urea sebagai sumber
amoniak yang dicampurkan ke dalam bahan. Urea dalam proses amoniasi
berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa, dan
silika yang terdapat pada bahan pakan, karena lignin, selulosa, dan
silika merupakan faktor penyebab rendahnya daya cerna bahan pakan
(Liptan, 2000).
Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah
pertanian yang pada umumnya jerami padi dengan cara menambahkan bahan
kimia berupa NaOH, sodium hidroksida (KOH atau CO(NH2)2)
(Kartadisastra, 1997).
Kualitas
amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti asal atau bahan
pakan, temperatur
penyimpanan, kepadatan dan kondisi an-aerob pada proses amoniasi
berlangsung (Regan, 1997). Manfaat amoniasi adalah merubah tekstur
jerami yang semula keras berubah menjadi lunak, warna berubah dari
kuning kecoklatan menjadi coklat tua. Kualitas dari amoniasi yang
baik tidak terjadinya penggumpalan pada seluruh atau sebagian jerami
(Rahardi, 2009).
Ciri-ciri
amoniasi yang baik yaitu memiliki bau yang khas amonia, berwarna
kecoklat-coklatan seperti bahan asal, tekstur berubah menjadi lebih
lunak dan kering. Hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami
asalnya, tidak berjamur atau menggumpal, tidak berlendir dan pH yang
dihasilkan sekitar 8 (Sumarsih, 2003). Penggunaan
NH3 gas yang dicairkan biasanya relative mahal, selain harganya
relatif mahal juga memerlukan tangki khusus yang tahan tekanan tinggi
minimum (minimum 10 bar). Amoniasi mempunyai beberapa keuntungan
antara lain sederhana cara pengerjaannya dan tidak berbahaya, lebih
murah dan mudah dikerjakan dibanding dengan NaOH, cukup efektif untuk
menghilangkan aflatoksin khususnya pada jerami, meningkatkan
kandungan protein kasar dan tidak menimbulkan polusi dalam tanah
(Siregar, 1995).
2.2. Enceng
Gondok
Tumbuhan
Eceng gondok adalah gulma air yang berasal dari Amerika Selatan.
Tumbuhan ini mempunyai daya regenerasi yang cepat karena
potongan-potongan vegetatifnya yang terbawa arus air akan terus
berkembang menjadi eceng gondok dewasa. Eceng gondok sangat peka
terhadap keadaan yang unsur haranya didalam air kurang mencukupi
tetapi mempunyai respon terhadap konsentrasi unsur hara yang tinggi
(Zaman dan Sutrisno, 2006). Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh
yang tinggi. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air
ke badan air lainnya, sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma
karena dapat merusak lingkungan perairan. Tanaman eceng gondok
mengandung 17,2% protein kasar, 15-18% serat dan 16-20% abu, yang
terdiri dari beberapa komponen, seperti; hidrogen, kalium, kalsium,
karbon, belerang, mangan dan lain-lain. Komponen kimia yang
terkandung dalam tanaman eceng gondok tergantung pada kandungan unsur
hara tempat tumbuh dan sifat daya serap tanaman tersebut. Eceng
gondok dapat menyerap logam-logam berat dan senyawa sulfid. Selain
itu, eceng gondok mengandung protein lebih dari 11,5% atas dasar
berat kering dan mengandung selulosa yang lebih tinggi daripada non
selulosanya, seperti; lignin, abu, lemak dan zat-zat lain (Sawitri
dan Sutrisno, 2007).
2.3.
Urea
Urea
merupakan
suatu senyawa
organik yang terdiri dari unsure karbon,
hidrogen, oksigen
dan
nitrogen
dengan
rumus CON2H4
atau
(NH2)2CO.
(Anonimus,
2009).
Urea
juga dikenal dengan nama carbamide
yang terutama digunakan di kawasan Eropa, selain itu nama lain yang
juga sering dipakai adalah carbamide
resin, iso urea, carbonyl
diamide dan
carbonyl
diamine.
Urea
digunakan sebagai sumber amonia karena bersifat alkali dan tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan karena sifatnya yang mudah hilang
(menguap) dan dapat difiksasi oleh tanaman dan juga mikrobia
(Sutrisno, 2002). Fungsi
urea pada proses pembuatan fermentasi adalah sebagai pensuplai NH3,
ini digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam poses
fermentasi, sehingga fungsi urea ialah tidak sebagai penambah nutrisi
pakan melainkan berfungsi sebagai katalisator dalam proses fermentasi
(Liptan, 2000).
BAB
III
MATERI
DAN METODE
Praktikum
Teknologi
Pengolahan Pakan
dengan materi Amoniasi
dilaksanakan pada tanggal 8
– 28 Mei
2013 pada
pukul
13.00 –
15.00 WIB,
di Laboratorium Teknologi
Pakan
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro
Semarang.
3.1.
Materi
Materi
yang digunakan dalam praktikum Teknologi Pengolahan Pakan dengan
materi amoniasi adalah enceng
gondok
sebanyak 100 gram, urea sebanyak 7 gram
dilakukan penimbangan 3 kali.
Alat yang digunakan adalah timbangan yang berfungsi untuk menimbang
enceng
gondok
dan urea, nampan plastik sebagai tempat mencampurkan enceng
gondok
dan urea, kantong plastik untuk membungkus enceng gondok,
isolasi besar untuk merapatkan amoniasi
enceng
gondok
dalam kantong plastik, pH meter untuk mengukur pH dari amoniasi
enceng
gondok.
3.2.
Metode
Metode
yang dilakukan dalam pembuatan amoniasi
eceng
gondok yaitu
menimbang eceng gondok sebanyak 100 gramdan
urea 7 gram sebanyak 3 kali.
Lalu
setiap menimbang 100 gram eceng gondok dan mencampurkannya dengan 7
gram urea sampai merata dan kemudian melakukan uji organoleptik.
Selanjutnya memasukkanya ke dalam plastik lalu menutupnya dengan
rapat menggunakan solasi kemudian memberinya label, dan terakhir
adalah melakukan pemeraman selama 3 minggu, yang mana setiap
minggunya melakukan pengamatan organoleptik yang
meliputi warna, bau, tekstur, dan pH setiap seminggu sekali.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Amoniasi
Berdasarkan
hasil praktikum amoniasi eceng gondok diperoleh hasil sebagai berikut
:
Tabel
2. Data Pengamatan Organoleptik Amoniasi (Eceng Gondok + Urea)
Uji
Organoleptik
|
Minggu
ke-1
|
Minggu
ke-2
|
Minggu
ke-3
|
Skor
|
Warna
|
Hijau
kecoklatan
|
Hijau
kecoklatan
|
Hijau
kecoklatan
|
9
|
Bau
|
Amonia
agak menyengat
|
Amonia
agak menyengat
|
Amonia
sangat menyengat
|
9
|
Tekstur
|
Lembut
|
Agak
remah
|
Sedang
|
4
|
pH
|
6,35
|
11,29
|
10,37
|
9
|
Jamur
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
9
|
Penggumpalan
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
9
|
Sumber
: Data Primer Praktikum Teknologi Pengolahan Pakan, 2013.
4.2.
Warna
Berdasarkan
hasil pengamatan warna pada amoniasi eceng gondok diperoleh hasil
padaminggu pertama warnanya hijau kecoklatan, minggu kedua dan ketiga
warnanya hijau kecoklatan. Hal
ini menunjukkan bahwa terjadinya proses fermentasi. Hal
ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Reksohadiprodjo
(1988) yaitu perubahan warna terjadi pada tanaman yang mengalami
proses ensilase yang disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi
dalam tanaman karena proses respirasi anaerobik yang berlangsung
selama persediaan oksigen masih ada hingga gula tanaman habis.
Perubahan
warna tersebut karena pembuatan amoniasi
tersebut sudah dalam keadaan anaerob sehingga menyebabkan kadar CO2
meningkat.
Hal
ini sesuai dengan pendapat Reksohadiprodjo (1988) yang menyatakan
bahwa perubahan warna disebabkan meningkatnya CO2
sehingga
temperatur pemeraman meningkat. Sumarsih
dan Tampoebolon (2003)
menambahkan
bahwa
ciri
amoniasi yang baik yaitu berwarna kecoklat-coklatan seperti bahan
asal.
4.3. Bau
Berdasarkan
hasil pengamatan bau pada amoniasi eceng gondok diperoleh hasil pada
minggu pertama dan kedua baunya menyengat, sedangkan pada minggu
ketiga baunya ammonia
yang menyengat.
Adanya perubahan bau tersebut disebabkan karena eceng gondok disimpan
dalam keadaan anaerob sehingga tidak ada pergantian udara di dalam
silo
membuat suasana menjadi basa. Suasana basa mengakibatkan urea yang
memiliki rumus CO(NH2)2
yang diubah menjadi NH3
(amonia).
Hal
ini sesuai dengan pendapat Sumarsih dan Tampoebolon (2003) yang
menyatakan bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu bau yang khas amonia.
Pandapat
diperkuat oleh Hanafi
(2004)
urea dengan rumus molekul CO(NH2)2
digunakan
dalam ransum. CO
(NH2)2
yang
digunakan
terurai
menjadi NH3
dan
CO2.
Dengan molekul air dan NH3
akan
mengalami hidrolisis menjadi NH4+
dan
OH.
4.4. Tekstur
Berdasarkan
hasil pengamatan tekstur pada amoniakeceng gondok diperoleh hasil
padaminggu pertama teksturnya lembut,
minggu
kedua teksturnya sedikit
remah
dan pada minggu ketiga teksturnya sedang. Hal ini menunjukkan hasil
tekstur amoniasi tersebut baik.
Keadaan lembut
pada minggu pertama dan kedua disebabkan karena pencampuran urea yang
dilarutkan dalam air merata keseluruh permukaan eceng gondok atau
proses amoniak
anaerob
secara sempurna, sehingga amoniak
eceng
gondok teksturnya lembut,
remah sempurna.
Hal
tersebut terjadi karena eceng gondok pada saat pembuatan amoniasi
tidak dalam keadaan kering. Hal
ini tidak
sesuai
dengan pendapat Sumarsih dan Tampoebolon (2003) yang menyatakan bahwa
ciri amoniasi yang baik yaitu tekstur berubah menjadi lebih lunak dan
kering. Anggorodi
(1984) menambahkan bahwa urea yang ditambahkan dalam pakan ruminansia
dengan kadar yang berbeda-beda, ternyata dirombak menjadi protein
oleh mikroorganisme sehingga mempertinggi daya cerna selulosa dalam
hijauan.
4.5.
Jamur
Berdasarkan
hasil pengamatan jamur pada amoniasi
eceng
gondok pada minggu
pertama sampai
minggu ke tiga diperoleh hasil tidak ada jamur pada amoniakeceng
gondok tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa amoniasi berkualitas baik.
Pembuatan
amoniasi
tersebut tidak
menghasilkan jamur
karena cara pembungkusan dengan baik dan rapat sehingga diperoleh
suasana anaerob.
Hal
ini sesuai dengan pendapat Regan
(1997) bahwa kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
asal atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, kepadatan hijauan
dan kondisi anaerob pada proses amoniasi berlangsung.
Tony (2008)
menambahkan bahwa keuntungan
amonisasi adalah kecernaan meningkat
protein
meningkat, menghambat pertumbuhan jamur, dan memusnahkan telur
cacing.
4.6.
Penggumpalan
Berdasarkan
hasil pengamatan penggumpalan pada amoniasi
eceng
gondok pada minggu
pertama
sampai minggu ke tiga diperoleh hasil tidak ada penggumpalan pada
amoniak
eceng
gondok tersebut. Pembuatan amoniasi tersebut tidak
mengalami penggumpalan karena tidak terdapatnya aktivitas jamur pada
bagian amoniasi, hal ini disebabkan karena pembungkusan yang baik
sehingga diperoleh suasana anaerob yang sesuai.
Hal
ini sesuai dengan pendapat Regan
(1997)
bahwa kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti asal
atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, kepadatan jerami dan
kondisi anaerob pada proses amoniasi berlangsung.
Tony (2008)
menambahkan bahwa keuntungan
amonisasi adalah
kecernaan
meningkat, protein meningkat, menghambat pertumbuhan jamur, dan
memusnahkan telur cacing.
4.7. pH
Berdasarkan data pengamatan
pembuatan amoniasi pada enceng gondok diperoleh hasil pada minggu
ke-1 memiliki pH 6,35, minggu ke-2 memiliki pH 11,29, dan minggu ke-
3 memiliki pH 10,37. Amoniasi yang telah diperam selama 3 minggu
menghasilkan pH >
7 yang bersifat basa
dengan skor yang tinggi yaitu 9, dimana jamur tidak dapat tumbuh. Hal
ini sesuai dengan pendapat Sumarsih dan Tampoebolon
(2003),
yang menyatakan bahan pakan hasil
amoniasi lebih lembut dibandingkan bahan pakan aslinya, tidak
berjamur atau menggumpal, tidak berlendir dan pH yang dihasilkan
sekitar 8 atau lebih.
BAB
V
SIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan
hasil praktikum dapat ditarik kesimpulan bahwa amoniasi
pada rumput lapangan
memiliki kualitas baik, karena mempunyai warna seperti hijauan
direbus, baunya sedang, teksturnya seperti hijauan segar, pH normal,
jamur hanya sedikit di tepi dan tidak ada penggumpalan. Amoniasi pada
eceng gondok mempunyai kualitas yang baik, yaitu warna hijau
kecoklatan, bau sedang, teksturnya sedang, pH
asam,
tidak adanya jamur dan tidak adanya penggumpalan.
5.2. Saran
Proses
pengolahan bahan pakan dengan cara amoniasi sebaiknya diterapkan
khusunya untuk bahan pakan maupun limbah pertanian dengan kandungan
serat yang tinggi, karena dengan amoniasi selain membuat bahan pakan
lebih awet, juga dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu bahan
pakan. Oleh karena itu, enceng
gondok
yang hanya dipandang sebagai limbah, sebenarnya dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pakan melalui proses amoniasi untuk meningkatkan nilai
gizinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anggorodi,
R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Ensminger,
M.E and C. G. Olentine. 1978. Feeds and Nutrition Complete. The
Ensminger Publishing Company, Clovis, California, U.S.A.
Febrisantosa,
Sofyan. 2007.
http://jiwocore.wordpress.com/2009/01/06/silasekomplit-untuk-pakan-ternak/.
Diakses pada tanggal 12 Juni 2013 pukul 22.10 WIB.
Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan
Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Penerbit Kanisius, Jakarta
Melayu, S.R. 2010. Pembuatan
Silase Hijauan. Universitas Andalas. Sumatra Barat.
Murni,
R., Suparjo, Akmal dan B. L. Ginting. 2008. Teknologi pemanfaatan
Limbah untuk pakan. Laboratorium Makanan Ternak fakultas Peternakan
Universitas, Jambi.
Mustang. 2009. Amoniasi
Meningkatkan Pakan Ternak www.mustang89.com.
Diakses pada tanggal 6 Desember 2010 pukul 14.30 WIB
Regan,
C.S. 1997. Forage Concervation in The Wet/ Dry Tropics for Small
Landholder Farmers. Thesis.Faculty of Science, Nothern Territory
University, Darwin Austalia.
Reksohadiprodjo,
S. 1998. Pakan Ternak Gembala. BPFE, Yogyakarta.
Sawitri, D, E. dan
T, Sutrisno. 2007. Adsorpsi Khrom (VI) Dari Limbah Cair Industri
Pelapisan Logam Dengan Arang Eceng Gondok (Eichorniacrossipes).
Universitas Diponegoro. Semarang.
Siregar, M.E. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Siregar,
S.B. 1995. Pengawetan Pakan Ternak. Panebar Swadaya, Jakarta
Sumarsih,
S Dan B. I. M. Tampoebolon. 2003. Pengaruh Aras Urea dan Lama
Pemeraman yang Berbeda Tehadap Sifat Fisik Eceng Gondok Teramoniasi.
Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 4: 298-301.
Tilman,
A.D., Hartadi, H., Reksohadiprojo, S., Prawirokusumo, S., dan
Lebdosoekojo, S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
Tony.
Multiply.com/2008/ Pengawetan Pakan Dengan Cara Amoniasi. Diakses
pada
tanggal
12 Juni 2013 pukul 22.20 WIB.
Zaman,
B. dan E. Sutrisno. 2006. Kemampuan Penyerapan Eceng Gondok Terhadap
Amoniak DalamLimbah Rumah Sakit Berdasarkan Umur dan Lama Kontak.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Artikel bagus, Pernahkah Anda mendengar LFDS (Le_Meridian Funding Service, Email: lfdsloans@outlook.com --WhatsApp Contact: +1-9893943740--lfdsloans@lemeridianfds.com) adalah ketika layanan pendanaan AS / Inggris mereka memberi saya pinjaman $ 95.000,00 untuk memulai bisnis saya dan saya telah membayar mereka setiap tahun selama dua tahun sekarang dan saya masih memiliki 2 tahun lagi walaupun saya senang bekerja dengan mereka karena mereka adalah Pemberi Pinjaman asli yang dapat memberi Anda segala jenis pinjaman.
ReplyDelete