Sunday, June 23, 2013

Laporan TPP Amoniasi

BAB I
PENDAHULUAN
Eceng gondok (Eichhorniacrassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Eceng gondok yang dianggap sebagai gulma dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak yang mengandung protein kasar cukup tinggi. Maka pengolahan yang paling tepat untuk eceng gondok dengan proses amoniasi untuk meningkatkan nilai N dalam bahan pakan tersebut. Amoniasi merupakan salah satu perlakuan kimiawi dengan menggunakan urea yang bersifat alkalis yang dapat melarutkan hemiselulosa.
Tujuan dari praktikum amoniasi adalah supaya praktikan mampu meningkatkan kualitas hijauan pakan berserat dengan pengolahan secara amoniasi, membuat amoniasi dengan cara sederhana dan dengan cara yang benar, mampu mengenal dan menentukan bahan dan peralatan yang biasa digunakan untuk membuat amoniasi, mampu menilai kualitas amoniasi yang dibuat. Manfaat dari praktikum amoniasi adalah supaya praktikan dapat membuat amoniasi sederhana dan dapat menilai kualitasnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Amoniasi
Amoniasi merupakan suatu poses perombakan dari struktur keras menjadi struktur yang lebih lunak (hanya struktur fisiknya) dan penambahan unsur N saja, prinsip dalam teknik amoniasi ini adalah penggunaan urea sebagai sumber amoniak yang dicampurkan ke dalam bahan. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa, dan silika yang terdapat pada bahan pakan, karena lignin, selulosa, dan silika merupakan faktor penyebab rendahnya daya cerna bahan pakan (Liptan, 2000). Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah pertanian yang pada umumnya jerami padi dengan cara menambahkan bahan kimia berupa NaOH, sodium hidroksida (KOH atau CO(NH2)2) (Kartadisastra, 1997).
Kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti asal atau bahan pakan, temperatur penyimpanan, kepadatan dan kondisi an-aerob pada proses amoniasi berlangsung (Regan, 1997). Manfaat amoniasi adalah merubah tekstur jerami yang semula keras berubah menjadi lunak, warna berubah dari kuning kecoklatan menjadi coklat tua. Kualitas dari amoniasi yang baik tidak terjadinya penggumpalan pada seluruh atau sebagian jerami (Rahardi, 2009).
Ciri-ciri amoniasi yang baik yaitu memiliki bau yang khas amonia, berwarna kecoklat-coklatan seperti bahan asal, tekstur berubah menjadi lebih lunak dan kering. Hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya, tidak berjamur atau menggumpal, tidak berlendir dan pH yang dihasilkan sekitar 8 (Sumarsih, 2003). Penggunaan NH3 gas yang dicairkan biasanya relative mahal, selain harganya relatif mahal juga memerlukan tangki khusus yang tahan tekanan tinggi minimum (minimum 10 bar). Amoniasi mempunyai beberapa keuntungan antara lain sederhana cara pengerjaannya dan tidak berbahaya, lebih murah dan mudah dikerjakan dibanding dengan NaOH, cukup efektif untuk menghilangkan aflatoksin khususnya pada jerami, meningkatkan kandungan protein kasar dan tidak menimbulkan polusi dalam tanah (Siregar, 1995).

2.2. Enceng Gondok

Tumbuhan Eceng gondok adalah gulma air yang berasal dari Amerika Selatan. Tumbuhan ini mempunyai daya regenerasi yang cepat karena potongan-potongan vegetatifnya yang terbawa arus air akan terus berkembang menjadi eceng gondok dewasa. Eceng gondok sangat peka terhadap keadaan yang unsur haranya didalam air kurang mencukupi tetapi mempunyai respon terhadap konsentrasi unsur hara yang tinggi (Zaman dan Sutrisno, 2006). Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya, sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma karena dapat merusak lingkungan perairan. Tanaman eceng gondok mengandung 17,2% protein kasar, 15-18% serat dan 16-20% abu, yang terdiri dari beberapa komponen, seperti; hidrogen, kalium, kalsium, karbon, belerang, mangan dan lain-lain. Komponen kimia yang terkandung dalam tanaman eceng gondok tergantung pada kandungan unsur hara tempat tumbuh dan sifat daya serap tanaman tersebut. Eceng gondok dapat menyerap logam-logam berat dan senyawa sulfid. Selain itu, eceng gondok mengandung protein lebih dari 11,5% atas dasar berat kering dan mengandung selulosa yang lebih tinggi daripada non selulosanya, seperti; lignin, abu, lemak dan zat-zat lain (Sawitri dan Sutrisno, 2007).

2.3. Urea
Urea merupakan suatu senyawa organik yang terdiri dari unsure karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO. (Anonimus, 2009). Urea juga dikenal dengan nama carbamide yang terutama digunakan di kawasan Eropa, selain itu nama lain yang juga sering dipakai adalah carbamide resin, iso urea, carbonyl diamide dan carbonyl diamine. Urea digunakan sebagai sumber amonia karena bersifat alkali dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan karena sifatnya yang mudah hilang (menguap) dan dapat difiksasi oleh tanaman dan juga mikrobia (Sutrisno, 2002). Fungsi urea pada proses pembuatan fermentasi adalah sebagai pensuplai NH3, ini digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam poses fermentasi, sehingga fungsi urea ialah tidak sebagai penambah nutrisi pakan melainkan berfungsi sebagai katalisator dalam proses fermentasi (Liptan, 2000).


BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Teknologi Pengolahan Pakan dengan materi Amoniasi dilaksanakan pada tanggal 8 – 28 Mei 2013 pada pukul 13.00 15.00 WIB, di Laboratorium Teknologi Pakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.

3.1. Materi
Materi yang digunakan dalam praktikum Teknologi Pengolahan Pakan dengan materi amoniasi adalah enceng gondok sebanyak 100 gram, urea sebanyak 7 gram dilakukan penimbangan 3 kali. Alat yang digunakan adalah timbangan yang berfungsi untuk menimbang enceng gondok dan urea, nampan plastik sebagai tempat mencampurkan enceng gondok dan urea, kantong plastik untuk membungkus enceng gondok, isolasi besar untuk merapatkan amoniasi enceng gondok dalam kantong plastik, pH meter untuk mengukur pH dari amoniasi enceng gondok.

3.2. Metode
Metode yang dilakukan dalam pembuatan amoniasi eceng gondok yaitu menimbang eceng gondok sebanyak 100 gramdan urea 7 gram sebanyak 3 kali. Lalu setiap menimbang 100 gram eceng gondok dan mencampurkannya dengan 7 gram urea sampai merata dan kemudian melakukan uji organoleptik. Selanjutnya memasukkanya ke dalam plastik lalu menutupnya dengan rapat menggunakan solasi kemudian memberinya label, dan terakhir adalah melakukan pemeraman selama 3 minggu, yang mana setiap minggunya melakukan pengamatan organoleptik yang meliputi warna, bau, tekstur, dan pH setiap seminggu sekali.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Amoniasi
Berdasarkan hasil praktikum amoniasi eceng gondok diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Data Pengamatan Organoleptik Amoniasi (Eceng Gondok + Urea)
Uji Organoleptik
Minggu ke-1
Minggu ke-2
Minggu ke-3
Skor
Warna
Hijau kecoklatan
Hijau kecoklatan
Hijau kecoklatan
9
Bau
Amonia agak menyengat
Amonia agak menyengat
Amonia sangat menyengat
9
Tekstur
Lembut
Agak remah
Sedang
4

pH
6,35
11,29
10,37
9

Jamur
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
9

Penggumpalan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
9
Sumber : Data Primer Praktikum Teknologi Pengolahan Pakan, 2013.
4.2. Warna
Berdasarkan hasil pengamatan warna pada amoniasi eceng gondok diperoleh hasil padaminggu pertama warnanya hijau kecoklatan, minggu kedua dan ketiga warnanya hijau kecoklatan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Reksohadiprodjo (1988) yaitu perubahan warna terjadi pada tanaman yang mengalami proses ensilase yang disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam tanaman karena proses respirasi anaerobik yang berlangsung selama persediaan oksigen masih ada hingga gula tanaman habis. Perubahan warna tersebut karena pembuatan amoniasi tersebut sudah dalam keadaan anaerob sehingga menyebabkan kadar CO2 meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Reksohadiprodjo (1988) yang menyatakan bahwa perubahan warna disebabkan meningkatnya CO2 sehingga temperatur pemeraman meningkat. Sumarsih dan Tampoebolon (2003) menambahkan bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu berwarna kecoklat-coklatan seperti bahan asal.

4.3. Bau
Berdasarkan hasil pengamatan bau pada amoniasi eceng gondok diperoleh hasil pada minggu pertama dan kedua baunya menyengat, sedangkan pada minggu ketiga baunya ammonia yang menyengat. Adanya perubahan bau tersebut disebabkan karena eceng gondok disimpan dalam keadaan anaerob sehingga tidak ada pergantian udara di dalam silo membuat suasana menjadi basa. Suasana basa mengakibatkan urea yang memiliki rumus CO(NH2)2 yang diubah menjadi NH3 (amonia). Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarsih dan Tampoebolon (2003) yang menyatakan bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu bau yang khas amonia. Pandapat diperkuat oleh Hanafi (2004) urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 digunakan dalam ransum. CO (NH2)2 yang digunakan terurai menjadi NH3 dan CO2. Dengan molekul air dan NH3 akan mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan OH.

4.4. Tekstur
Berdasarkan hasil pengamatan tekstur pada amoniakeceng gondok diperoleh hasil padaminggu pertama teksturnya lembut, minggu kedua teksturnya sedikit remah dan pada minggu ketiga teksturnya sedang. Hal ini menunjukkan hasil tekstur amoniasi tersebut baik. Keadaan lembut pada minggu pertama dan kedua disebabkan karena pencampuran urea yang dilarutkan dalam air merata keseluruh permukaan eceng gondok atau proses amoniak anaerob secara sempurna, sehingga amoniak eceng gondok teksturnya lembut, remah sempurna. Hal tersebut terjadi karena eceng gondok pada saat pembuatan amoniasi tidak dalam keadaan kering. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Sumarsih dan Tampoebolon (2003) yang menyatakan bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu tekstur berubah menjadi lebih lunak dan kering. Anggorodi (1984) menambahkan bahwa urea yang ditambahkan dalam pakan ruminansia dengan kadar yang berbeda-beda, ternyata dirombak menjadi protein oleh mikroorganisme sehingga mempertinggi daya cerna selulosa dalam hijauan.

4.5. Jamur
Berdasarkan hasil pengamatan jamur pada amoniasi eceng gondok pada minggu pertama sampai minggu ke tiga diperoleh hasil tidak ada jamur pada amoniakeceng gondok tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa amoniasi berkualitas baik. Pembuatan amoniasi tersebut tidak menghasilkan jamur karena cara pembungkusan dengan baik dan rapat sehingga diperoleh suasana anaerob. Hal ini sesuai dengan pendapat Regan (1997) bahwa kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti asal atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, kepadatan hijauan dan kondisi anaerob pada proses amoniasi berlangsung. Tony (2008) menambahkan bahwa keuntungan amonisasi adalah kecernaan meningkat protein meningkat, menghambat pertumbuhan jamur, dan memusnahkan telur cacing.

4.6. Penggumpalan
Berdasarkan hasil pengamatan penggumpalan pada amoniasi eceng gondok pada minggu pertama sampai minggu ke tiga diperoleh hasil tidak ada penggumpalan pada amoniak eceng gondok tersebut. Pembuatan amoniasi tersebut tidak mengalami penggumpalan karena tidak terdapatnya aktivitas jamur pada bagian amoniasi, hal ini disebabkan karena pembungkusan yang baik sehingga diperoleh suasana anaerob yang sesuai. Hal ini sesuai dengan pendapat Regan (1997) bahwa kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti asal atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, kepadatan jerami dan kondisi anaerob pada proses amoniasi berlangsung. Tony (2008) menambahkan bahwa keuntungan amonisasi adalah kecernaan meningkat, protein meningkat, menghambat pertumbuhan jamur, dan memusnahkan telur cacing.



4.7. pH
Berdasarkan data pengamatan pembuatan amoniasi pada enceng gondok diperoleh hasil pada minggu ke-1 memiliki pH 6,35, minggu ke-2 memiliki pH 11,29, dan minggu ke- 3 memiliki pH 10,37. Amoniasi yang telah diperam selama 3 minggu menghasilkan pH > 7 yang bersifat basa dengan skor yang tinggi yaitu 9, dimana jamur tidak dapat tumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarsih dan Tampoebolon (2003), yang menyatakan bahan pakan hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan bahan pakan aslinya, tidak berjamur atau menggumpal, tidak berlendir dan pH yang dihasilkan sekitar 8 atau lebih.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat ditarik kesimpulan bahwa amoniasi pada rumput lapangan memiliki kualitas baik, karena mempunyai warna seperti hijauan direbus, baunya sedang, teksturnya seperti hijauan segar, pH normal, jamur hanya sedikit di tepi dan tidak ada penggumpalan. Amoniasi pada eceng gondok mempunyai kualitas yang baik, yaitu warna hijau kecoklatan, bau sedang, teksturnya sedang, pH asam, tidak adanya jamur dan tidak adanya penggumpalan.
5.2. Saran
Proses pengolahan bahan pakan dengan cara amoniasi sebaiknya diterapkan khusunya untuk bahan pakan maupun limbah pertanian dengan kandungan serat yang tinggi, karena dengan amoniasi selain membuat bahan pakan lebih awet, juga dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu bahan pakan. Oleh karena itu, enceng gondok yang hanya dipandang sebagai limbah, sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan melalui proses amoniasi untuk meningkatkan nilai gizinya.





DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Ensminger, M.E and C. G. Olentine. 1978. Feeds and Nutrition Complete. The Ensminger Publishing Company, Clovis, California, U.S.A.

Febrisantosa, Sofyan. 2007. http://jiwocore.wordpress.com/2009/01/06/silasekomplit-untuk-pakan-ternak/. Diakses pada tanggal 12 Juni 2013 pukul 22.10 WIB.

Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Penerbit Kanisius, Jakarta

Melayu, S.R. 2010. Pembuatan Silase Hijauan. Universitas Andalas. Sumatra Barat.


Murni, R., Suparjo, Akmal dan B. L. Ginting. 2008. Teknologi pemanfaatan Limbah untuk pakan. Laboratorium Makanan Ternak fakultas Peternakan Universitas, Jambi.

Mustang. 2009. Amoniasi Meningkatkan Pakan Ternak www.mustang89.com. Diakses pada tanggal 6 Desember 2010 pukul 14.30 WIB


Regan, C.S. 1997. Forage Concervation in The Wet/ Dry Tropics for Small Landholder Farmers. Thesis.Faculty of Science, Nothern Territory University, Darwin Austalia.
Reksohadiprodjo, S. 1998. Pakan Ternak Gembala. BPFE, Yogyakarta.

Sawitri, D, E. dan T, Sutrisno. 2007. Adsorpsi Khrom (VI) Dari Limbah Cair Industri Pelapisan Logam Dengan Arang Eceng Gondok (Eichorniacrossipes). Universitas Diponegoro. Semarang.

Siregar, M.E. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar, S.B. 1995. Pengawetan Pakan Ternak. Panebar Swadaya, Jakarta
Sumarsih, S Dan B. I. M. Tampoebolon. 2003. Pengaruh Aras Urea dan Lama Pemeraman yang Berbeda Tehadap Sifat Fisik Eceng Gondok Teramoniasi. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 4: 298-301.

Tilman, A.D., Hartadi, H., Reksohadiprojo, S., Prawirokusumo, S., dan Lebdosoekojo, S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Tony. Multiply.com/2008/ Pengawetan Pakan Dengan Cara Amoniasi. Diakses pada tanggal 12 Juni 2013 pukul 22.20 WIB.

Zaman, B. dan E. Sutrisno. 2006. Kemampuan Penyerapan Eceng Gondok Terhadap Amoniak DalamLimbah Rumah Sakit Berdasarkan Umur dan Lama Kontak. Universitas Diponegoro. Semarang.

1 comment:

  1. Artikel bagus, Pernahkah Anda mendengar LFDS (Le_Meridian Funding Service, Email: lfdsloans@outlook.com --WhatsApp Contact: +1-9893943740--lfdsloans@lemeridianfds.com) adalah ketika layanan pendanaan AS / Inggris mereka memberi saya pinjaman $ 95.000,00 untuk memulai bisnis saya dan saya telah membayar mereka setiap tahun selama dua tahun sekarang dan saya masih memiliki 2 tahun lagi walaupun saya senang bekerja dengan mereka karena mereka adalah Pemberi Pinjaman asli yang dapat memberi Anda segala jenis pinjaman.

    ReplyDelete