BAB
I
PENDAHULUAN
Pakan
merupakan komponen penting di dalam industri peternakan. Sumber bahan pakan
dapat diperoleh dengan cara memanfaatkan limbah, baik limbah pertanian maupun limbah
perkebunan yang masih belum lazim digunakan. Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) termasuk
jenis tanaman yang multi fungsi, hal ini karena hampir semua bagian dari tanaman
tersebut dapat dimanfaatkan, dan banyak dijumpai di Indonesia yang merupakan
penghasil kopra terbesar kedua di dunia. Usaha budidaya tanaman
kelapa melalui perkebunan terutama dilakukan untuk memproduksi minyak
kelapa dengan hasil samping salah satunya
berupa bungkil kelapa. Bungkil kelapa yang dihasilkan masih
memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi terutama protein. Hal ini
menyebabkan bungkil kelapa berpotensi untuk diolah menjadi pakan.
Tujuan dari praktikum ransum ruminansia
adalah untuk mengetahui nilai kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan
organik (KcBO) dengan sampel bahan pakan berupa bungkil kelapa secara in vitro. Manfaat yang dapat diperoleh yaitu dapat
mengetahui nilai kecernaan bahan pakan serta dapat menganalisis
tahap-tahap perubahan pakan yang berlangsung pada kecernaan in
vitro.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah hasil ikutan
yang didapat dari ekstraksi daging buah kelapa segar atau kering. Mutu standar
bungkil kelapa meliputi kandungan nutrisi dan batas tolerasi aflatoxin (Chuzaemi
et al., 1997). Bungkil kelapa
diperoleh dari ampas kopra. Bungkil kelapa mengandung 11% air, minyak 20%,
protein 45%, karbohidrat 12%,
abu
5%, BO 84% dan BETN 45,5%.
Bungkil kelapa banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi (Hamid et
al., 1999).
Protein kasar yang terkandung pada bungkil kelapa
mencapai 23%, dan kandungan seratnya yang mudah dicerna merupakan suatu
keuntungan tersendiri untuk menjadikan sumber energi yang baik sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak, seperti sebagai bahan pakan pedet terutama
untuk menstimulasi rumen dan pakan asal bungkil kelapa juga terbukti ternak
dapat menghasilkan susu yang lebih kental dan rasa yang enak (Mariyono dan
Romjali, 2007). Penambahan bungkil kelapa dapat meningkatkan konsumsi pakan,
kecernaan pakan dan pertambahan bobot badan harian. Ternak ruminansia yang
mendapatkan pakan berkualitas rendah sebaiknya diberikan pakan tambahan yang
kaya akan nitrogen untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas mikroba di dalam
rumen (Marsetyo, 2006).
2.2. Kecernaan In Vitro
Kecernaan in vitro adalah teknik pengukuran
degradabilitas dan kecernaan evaluasi ransum secara biologis dapat
dilakukan secara laboratorium dengan meniru seperti kondisi sebenarnya
(Mulyawati, 2009). Pada dasarnya teknik In
vitro adalah meniru kondisi rumen. Kondisi yang dimodifikasi dalam hal ini
antara lain larutan penyangga, bejana fermentasi, pengadukan dan fase gas, suhu
fermentasi, pH optimum, sumber inokulum, kondisi anaerob, periode fermentasi
serta akhir fermentasi. Larutan penyangga sebagai unsur buffer berfungsi untuk
mempertahankan pH rumen sehingga tidak mudah turun oleh asam-asam organik yang
dihasilkan selama proses fermentasi (Sutardi et al., 1983).
Suhu fermentasi diusahakan sama dengan
suhu fermentasi dalam rumen yaitu berkisar 36-390C. Suhu tersebut
harus stabil selama proses fermentasi berlangsung, hal ini dimaksud agar
mikroba dapat berkembang sesuai dengan kondisi asal. Aktifitas mikroba rumen
tetap berlangsung normal apabila pH rumen berkisar antara 6,0-6,7. Pemberian
gas CO2 secepatnya bersamaan dengan pengadukan secara mekanik
dilakukan dalam fermentasi in vitro
dengan meniru prinsip pengadukan dalam rumen sesungguhnya yang selalu bergerak
secara teratur. Gerakan rumen juga ditiru dengan penempatan bejana fermentasi
dalam shakerbath (Makkar et al., 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecernaan in vitro diantaranya adalah
pencampuran pakan, cairan rumen, pengontrolan temperatur, variasi waktu, dan
metode analisis (Yunus, 1997).
2.2.1. Kecernaan bahan kering
Kecernaan
BK
yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang
dicerna oleh mikroba rumen (Anitasari, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai KcBK
ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum, komposisi kimia,
tingkat protein, persentase lemak dan mineral (Anggorodi, 1994).
Kecernaan
BK
bungkil kelapa adalah 57,88% (Ariani,
1981). Serat kasar semakin tinggi kadar di dalam ransum akan menurunkan daya cerna
bahan kering, protein kasar, dan energi dapat dicerna (Price et al., 1980).
2.2.2. Kecernaan bahan organik
Kecernaan BO menggambarkan ketersediaan nutrien
dari pakan dan menunjukkan nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Kecernaan
bahan kering dapat mempengaruhi KcBO (Tillman et al.,1991). Pemberian konsentrat yang mengandung
protein kasar yang tinggi akan mengaktifkan mikrobia rumen sehingga
meningkatkan jumlah bakteri proteolitik dan naiknya deaminasi yang
mengakibatkan meningkatnya nilai kecernaan bahan organik (Sutardi, 1980).
Kecernaan BO bungkil kelapa adalah 57,94% (Ariani, 1981). Kecernaan pada bahan pakan dipengaruhi oleh
bahan pakan itu sendiri, cairan rumen, larutan penyangga dan kondisi anaerob (Forbes
and France, 1993).
BAB
III
MATERI
DAN METODE
Praktikum Ransum Ruminansia dengan
materi Kecernaan Bahana Kering dan Bahan Organik secara In Vitro dilaksanakan pada hari Selasa-Sabtu, 12-16 Juni 2012 di
Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas
Diponegoro Semarang.
3.1.
Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum
pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in vitro antara lain tabung fermentasi, sentrifus, cawan porselin,
oven, tanur listrik, termos, waterbath,
pompa vacum, pH meter, kertas minyak,
kertas saring bebas abu, gelas beker, rak tabung, tutup tabung yang dilengkapi
selang karet dengan celah sebagai pembebas udara, termometer, eksikator serta
gelas ukur untuk menghitung berapa volume cairan yang dibutuhkan, sedangkan
bahan yang digunakan adalah bungkil kelapa sebagai sampel, larutan penyangga
atau Mc Dougall, cairan rumen, dan larutan pepsin HCl dan CO2.
3.2.
Metode
3.2.1. Fermentasi
mikroba
Metode yang digunakan
pada tahap persiapan yaitu menyiapkan alat-alat yang digunakan (tabung fermentasi,
cawan porselin, gelas beker), kemudian mengeringkannya dalam oven bersuhu
100-105ºC selama 1 jam. Memasukkan tabung fermentasi, cawan porselin, gelas
beker, tutup tabung yang telah dioven ke dalam eksikator selama 15 menit dan
menimbang bobotnya. Menyiapkan sampel bungkil kelapa dan menimbang sample
dengan berat antara 0,55-0,56 gram (kering udara) untuk setiap tabung.
Menyiapkan cairan rumen
yang diambil dari rumah pemotongan hewan. Cairan rumen ditampung dalam termos
yang telah sebelumnya telah diisi dengan air hangat. Di laboratorium cairan
disaring melalui kain kasa dan diusahakan agar suasananya tetap hangat dan
anaerob (dilakukan penambahan CO2) .Menyiapakan penangas air yang
telah diisi air secukupnya dengan temperatur 39OC. Memasukkan sampel
bungkil kelapa yang telah ditimbang (0,5 gram) kedalam tabung fermentasi dan
ditambahkan dengan 40 ml larutan penyangga + 10 ml cairan rumen kemudian dimasukkan
ke dalam tabung fermentor, setelah itu letakan ke dalam penangas air yang bersuhu
39OC. Fermentasi mikroba dilakukan selama 48 jam. Selama inkubasi
dilakukan penggojokkan secara berkala (sehari 2 kali) 6 jam sekali. Setelah
inkubasi selama 48 jam, fermentasi dihentikkan. Mengangkat tabung fermentasi dari
penangas air dan ditambahakan 25 ml aquades untuk mengakhiri fermentasi. Tabung
fementasi disentrifus selama 8 - 10 menit untuk memisahkan cairan dengan
endapan. Endapan sampel ditinggal kemudian diteruskan dengan pencernaan
enzimatis.
3.2.2. Pencernaan enzimatis (proteolitik)
Metode
yang digunakan pada pencernaan enzimatis adalah
menambahkan 50 ml larutan pepsin HCL pada tabung fermentasi. Memasukkan
ke dalam waterbath dan melakukan
inkubasi selama 48 jam selama inkubasi melakukan penggojokan selama 6 jam
sekali. Mengambil residu setelah inkubasi selama 48 jam selesai, dengan
menyaring melalui kertas saring dan mempercepat proses tersebut dengan pompa vacum. Mengeringkan residu dalam
oven bersuhu 104ºC selama 12 jam. Mengeringkan residu dalam oven bersuhu 1040C
selama 12 jam. Mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan menimbangnya
sehingga dapat mengetahui kecernaan bahan kering dengan menggunakan rumus :
KcBK
=
Mencari
kecernaan bahan organik, memasukkan sampel ke dalam tanur sehingga semua sampel
telah menjadi abu (± 6 jam pada suhu 6000ºC) dan menghitungnya dengan rumus :
KcBO
=
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum ransum ruminansia dengan materi kecernaan bahan
kering dan bahan organik bungkil kelapa secara in vitro
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan pada Bungkil
Kelapa
Parameter
|
Hasil analisis*
|
Standar bungkil
kelapa **
|
|
................................%...........................
|
|
Kecernaan
BK
|
43,54
|
57,88
|
Kecernaan
BO
|
46,105
|
57,94
|
Sumber : *) Data Primer Praktikum Ransum Ruminansia, 2012
** ) Ariani,1981
4.1. Kecernaan Bahan Kering
Berdasarkan hasil praktikum,
didapatkan nilai KcBK
sebesar 43,54%. Nilai tersebut cukup jauh dari standar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi diantaranya adalah bahan pakan, protein dan persentase lemak.
Kecernaan BK berhubungan dengan protein kasar dan energi
yang dapat dicerna, semakin serat kasar dalam suatu bahan pakan maka kecernaan
bahan kering semakin rendah. Menurut Ariani (1981) bahwa kecernaan bahan kering bungkil
kelapa adalah 57,88%. Hal ini sesuai
oleh pendapat Price et al. (1980) bahwa
serat kasar semakin tinggi kadarnya di dalam ransum akan menurunkan daya cerna
bahan kering, protein kasar dan energi dapat dicerna.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Anggorodi (1994) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai kecernaan BK ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan
dalam ransum, komposisi kimia, tingkat protein, persentase lemak dan mineral.
4.2. Kecernaan Bahan Organik
Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan nilai KcBK sebesar 46,105%. Nilai tersebut juga cukup jauh dari standar.
Nilai KcBO menggambarkan nutrien yang dapat
dimanfaatkan oleh ternak. Faktor-faktor
yang menyebabkan nilai kecernaan tidak sesuai dengan standar diantaranya adalah
asal sampel, pencampuran pakan dan cairan rumen. Menurut Ariani (1981) bahwa KcBO bungkil kelapa adalah 57,94%. Hal ini sesuai dengan
pendapat Tillman et al. (1991) bahwa KcBO menggambarkan ketersediaan nutrien
dari pakan dan menunjukkan nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. KcBK dapat mempengaruhi KcBO. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Yunus (1997) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan
in vitro diantaranya adalah
pencampuran pakan, cairan rumen, pengontrolan temperatur, variasi waktu, dan
metode analisis.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum Ransum Ruminansia didapatkan kesimpulan bahwa bungkil
kelapa memiliki kecernaan BK dan kecernaan BO yang tidak terlalu tinggi yang
menandakan bahwa pemanfaatan nutrisi
bungkil
kelapa yang diserap oleh saluran
pencernaan ternak tidak terlalu banyak.
5.2. Saran
Pengambilan dan penyimpanan cairan
rumen harus tepat karena dapat mempengaruhi nilai kecernaan suatu sampel bahan
pakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anitasari, L.
2010. Pengaruh Tingkat Penggunaan Limbah Tape Singkong dalam Ransum terhadap Kecernaan
Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum Domba Lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan
Universitas Padjajaran, Bandung.
Ariani, E. 1981. Uji Banding Bungkil Biji Kapuk (Ceiba petandra, Gaertn)
terhadap Dedak, Bungkil Kelapa dan Bungkil Kedelai sebagai Sumber Protein
Ternak Ruminansia. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian, Bogor.
Chuzaemi, S.,
Hermanto, Soebarinoto, H. Sudarwati. 1997. Evaluasi Protein Pakan Ruminansia
Melalui Pendekatan Sintesis Protein Mikrobial di dalam Rumen. Evaluasi
Kandungan RDP dan UDP pada Beberapa Jenis Hijauan Segar, Limbah Pertanian dan
Konsentrat. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Hayati (Life Science) 9:77-89.
Forbes, J. M.,
dan J. France. 1993. Quantitative Aspects of Ruminant Digestion and Metabolism.
Cab. International, New York.
Hamid, H., T. Purwandaria, T. Haryati dan A.P. Sinurat. 1999. Perubahan
Nilai Bilangan Peroksida Bungkil Kelapa dalam Proses Penyimpanan dan Fermentasi.
JITV 4(2): 102-106.
Mulyawati,
Y. 2009. Fermentabilitas dan Kecernaan In
Vitro Biomineral Dienkapsulasi. Skripsi. Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Makkar, H. P.
S., M. Blummel and K. Becker. 1995. Formation
of Complexesbetween Polyvinyl Pyrolidones or Polyethylene Glycols and Taninand
Their Implications in Gas Production and The True Digestibility In Vitro Techniques.
Jurnal of Nutrition Britany 73.
Mariyono dan E. Romjali. 2007.
Petunjuk Teknis : Teknologi Inovasi Pakan Murah untuk Usaha Pembibitan Sapi
Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Pasuruan.
Marsetyo. 2006. Pengaruh
Penambahan Daun Lamtoro atau Bungkil Kelapa Terhadap Konsumsi, Kecernaan Pakan dan Pertambahan Bobot
Kambing Betina Lokal yang Mendapatkan Pakan Dasar Jerami Jagung. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak
Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu.
Jurnal Protein 13(1):7.
Price, M. A., S. D. Jones, G.W. Mathison and R.T. Berg. 1980. The Effect of
Increasing Dietary Raughage Level and Slaughter Weight on the Feedlot
Performance and Carcass Charateristic of Bulls and Steer. Can. J. Anim. Sci.
60:345.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi I. Departemen Ilmu Makanan Ternak
Fakultas Peternakan Institut Pertanian, Bogor.
Sutardi,
T., N. A. Sigit dan T. Toharmat. 1983. Standarisasi Mutu Protein Bahan Makanan
Ternak Ruminansia, Berdasarkan Parameter Metabolismenya oleh Mikrobia Rumen.
Proyek Pengembangan Ilmu dan Teknologi. Ditjen Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Tillman, A. D.,
H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., dan S Lebdosoekojo., 1991.
Ilmu Makanan Ternak Dasar.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Yunus, M. 1997. Pengaruh Umur
Pemotongan Spesies Rumput terhadap Produksi Komposisi Kimia, Kecernaan In Vitro dan In Sacco. Skripsi. Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Iron Tiger 2 Stainless Steel Tinglet - TITIAN NINTRATE
ReplyDeleteT. Titanium Nitride. $4.99. mens titanium wedding bands Quantity. Add to cart. Quantity. titanium mens wedding bands Add to cart. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to cart. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. titanium apple watch Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. omega titanium Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to titanium suppressor basket. Quantity. Add to basket.