Thursday, July 26, 2012

Laporan RR


BAB I
PENDAHULUAN
            Pakan merupakan komponen penting di dalam industri peternakan. Sumber bahan pakan dapat diperoleh dengan cara memanfaatkan limbah, baik limbah pertanian maupun limbah perkebunan yang masih belum lazim digunakan. Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) termasuk jenis tanaman yang multi fungsi, hal ini karena hampir semua bagian dari tanaman tersebut dapat dimanfaatkan, dan banyak dijumpai di Indonesia yang merupakan penghasil kopra terbesar kedua di dunia. Usaha budidaya tanaman kelapa melalui perkebunan terutama dilakukan untuk memproduksi minyak kelapa dengan hasil samping salah satunya
berupa bungkil kelapa. Bungkil kelapa yang dihasilkan masih memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi terutama protein. Hal ini menyebabkan bungkil kelapa berpotensi untuk diolah menjadi pakan.
Tujuan dari praktikum ransum ruminansia adalah untuk mengetahui nilai kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik (KcBO) dengan sampel bahan pakan berupa bungkil kelapa secara in vitro. Manfaat yang dapat diperoleh yaitu dapat mengetahui nilai kecernaan bahan pakan serta dapat menganalisis tahap-tahap perubahan pakan yang berlangsung pada  kecernaan in vitro.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Bungkil Kelapa
            Bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang didapat dari ekstraksi daging buah kelapa segar atau kering. Mutu standar bungkil kelapa meliputi kandungan nutrisi dan batas tolerasi aflatoxin (Chuzaemi et al., 1997). Bungkil kelapa diperoleh dari ampas kopra. Bungkil kelapa mengandung 11% air, minyak 20%, protein 45%, karbohidrat 12%, abu 5%, BO 84% dan BETN 45,5%. Bungkil kelapa banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (Hamid et al., 1999).
Protein kasar yang terkandung pada bungkil kelapa mencapai 23%, dan kandungan seratnya yang mudah dicerna merupakan suatu keuntungan tersendiri untuk menjadikan sumber energi yang baik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, seperti sebagai bahan pakan pedet terutama untuk menstimulasi rumen dan pakan asal bungkil kelapa juga terbukti ternak dapat menghasilkan susu yang lebih kental dan rasa yang enak (Mariyono dan Romjali, 2007). Penambahan bungkil kelapa dapat meningkatkan konsumsi pakan, kecernaan pakan dan pertambahan bobot badan harian. Ternak ruminansia yang mendapatkan pakan berkualitas rendah sebaiknya diberikan pakan tambahan yang kaya akan nitrogen untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas mikroba di dalam rumen (Marsetyo, 2006). 

2.2.      Kecernaan In Vitro
            Kecernaan in vitro adalah teknik pengukuran degradabilitas dan kecernaan evaluasi ransum secara biologis dapat dilakukan secara laboratorium dengan meniru seperti kondisi sebenarnya (Mulyawati, 2009). Pada dasarnya teknik In vitro adalah meniru kondisi rumen. Kondisi yang dimodifikasi dalam hal ini antara lain larutan penyangga, bejana fermentasi, pengadukan dan fase gas, suhu fermentasi, pH optimum, sumber inokulum, kondisi anaerob, periode fermentasi serta akhir fermentasi. Larutan penyangga sebagai unsur buffer berfungsi untuk mempertahankan pH rumen sehingga tidak mudah turun oleh asam-asam organik yang dihasilkan selama proses fermentasi (Sutardi et al., 1983).
Suhu fermentasi diusahakan sama dengan suhu fermentasi dalam rumen yaitu berkisar 36-390C. Suhu tersebut harus stabil selama proses fermentasi berlangsung, hal ini dimaksud agar mikroba dapat berkembang sesuai dengan kondisi asal. Aktifitas mikroba rumen tetap berlangsung normal apabila pH rumen berkisar antara 6,0-6,7. Pemberian gas CO2 secepatnya bersamaan dengan pengadukan secara mekanik dilakukan dalam fermentasi in vitro dengan meniru prinsip pengadukan dalam rumen sesungguhnya yang selalu bergerak secara teratur. Gerakan rumen juga ditiru dengan penempatan bejana fermentasi dalam shakerbath (Makkar et al., 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan in vitro diantaranya adalah pencampuran pakan, cairan rumen, pengontrolan temperatur, variasi waktu, dan metode analisis (Yunus, 1997).

2.2.1.   Kecernaan bahan kering
            Kecernaan BK yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna oleh mikroba rumen (Anitasari, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai KcBK ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum, komposisi kimia, tingkat protein, persentase lemak dan mineral (Anggorodi, 1994).
Kecernaan BK bungkil kelapa adalah 57,88% (Ariani, 1981).  Serat kasar semakin tinggi kadar di dalam ransum akan menurunkan daya cerna bahan kering, protein kasar, dan energi dapat dicerna (Price et al., 1980).
2.2.2.   Kecernaan bahan organik
Kecernaan BO menggambarkan ketersediaan nutrien dari pakan dan menunjukkan nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Kecernaan bahan kering dapat mempengaruhi KcBO (Tillman et al.,1991). Pemberian konsentrat yang mengandung protein kasar yang tinggi akan mengaktifkan mikrobia rumen sehingga meningkatkan jumlah bakteri proteolitik dan naiknya deaminasi yang mengakibatkan meningkatnya nilai kecernaan bahan organik (Sutardi, 1980).
Kecernaan BO bungkil kelapa adalah 57,94% (Ariani, 1981). Kecernaan pada bahan pakan dipengaruhi oleh bahan pakan itu sendiri, cairan rumen, larutan penyangga dan kondisi anaerob (Forbes and France, 1993).


BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ransum Ruminansia dengan materi Kecernaan Bahana Kering dan Bahan Organik secara In Vitro dilaksanakan pada hari Selasa-Sabtu, 12-16 Juni 2012 di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.
3.1.      Materi
            Alat yang digunakan dalam praktikum pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in vitro antara lain tabung fermentasi, sentrifus, cawan porselin, oven, tanur listrik, termos, waterbath, pompa vacum, pH meter, kertas minyak, kertas saring bebas abu, gelas beker, rak tabung, tutup tabung yang dilengkapi selang karet dengan celah sebagai pembebas udara, termometer, eksikator serta gelas ukur untuk menghitung berapa volume cairan yang dibutuhkan, sedangkan bahan yang digunakan adalah bungkil kelapa sebagai sampel, larutan penyangga atau Mc Dougall, cairan rumen, dan larutan pepsin HCl dan CO2.
3.2.      Metode
          3.2.1.   Fermentasi mikroba
Metode yang digunakan pada tahap persiapan yaitu menyiapkan alat-alat yang digunakan (tabung fermentasi, cawan porselin, gelas beker), kemudian mengeringkannya dalam oven bersuhu 100-105ºC selama 1 jam. Memasukkan tabung fermentasi, cawan porselin, gelas beker, tutup tabung yang telah dioven ke dalam eksikator selama 15 menit dan menimbang bobotnya. Menyiapkan sampel bungkil kelapa dan menimbang sample dengan berat antara 0,55-0,56 gram (kering udara) untuk setiap tabung.
Menyiapkan cairan rumen yang diambil dari rumah pemotongan hewan. Cairan rumen ditampung dalam termos yang telah sebelumnya telah diisi dengan air hangat. Di laboratorium cairan disaring melalui kain kasa dan diusahakan agar suasananya tetap hangat dan anaerob (dilakukan penambahan CO2) .Menyiapakan penangas air yang telah diisi air secukupnya dengan temperatur 39OC. Memasukkan sampel bungkil kelapa yang telah ditimbang (0,5 gram) kedalam tabung fermentasi dan ditambahkan dengan 40 ml larutan penyangga + 10 ml cairan rumen kemudian dimasukkan ke dalam tabung fermentor, setelah itu letakan ke dalam penangas air yang bersuhu 39OC. Fermentasi mikroba dilakukan selama 48 jam. Selama inkubasi dilakukan penggojokkan secara berkala (sehari 2 kali) 6 jam sekali. Setelah inkubasi selama 48 jam, fermentasi dihentikkan. Mengangkat tabung fermentasi dari penangas air dan ditambahakan 25 ml aquades untuk mengakhiri fermentasi. Tabung fementasi disentrifus selama 8 - 10 menit untuk memisahkan cairan dengan endapan. Endapan sampel ditinggal kemudian diteruskan dengan pencernaan enzimatis.
3.2.2.   Pencernaan enzimatis (proteolitik)
Metode yang digunakan pada pencernaan enzimatis adalah  menambahkan 50 ml larutan pepsin HCL pada tabung fermentasi. Memasukkan ke dalam waterbath dan melakukan inkubasi selama 48 jam selama inkubasi melakukan penggojokan selama 6 jam sekali. Mengambil residu setelah inkubasi selama 48 jam selesai, dengan menyaring melalui kertas saring dan mempercepat proses tersebut dengan pompa vacum. Mengeringkan residu dalam oven bersuhu 104ºC selama 12 jam. Mengeringkan residu dalam oven bersuhu 1040C selama 12 jam. Mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan menimbangnya sehingga dapat mengetahui kecernaan bahan kering dengan menggunakan rumus :
KcBK =
Mencari kecernaan bahan organik, memasukkan sampel ke dalam tanur sehingga semua sampel telah menjadi abu (± 6 jam pada suhu 6000ºC) dan menghitungnya dengan rumus :
KcBO =

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum ransum ruminansia dengan materi kecernaan bahan kering dan bahan organik bungkil kelapa secara in vitro diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan pada Bungkil Kelapa
Parameter
Hasil analisis*
Standar bungkil kelapa **

................................%...........................
Kecernaan BK
43,54
57,88
Kecernaan BO
46,105
57,94
Sumber  : *)    Data Primer Praktikum Ransum Ruminansia, 2012
                ** ) Ariani,1981


4.1.      Kecernaan Bahan Kering
            Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan nilai KcBK sebesar 43,54%. Nilai tersebut cukup jauh dari standar. Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah bahan pakan, protein dan persentase lemak. Kecernaan BK  berhubungan dengan protein kasar dan energi yang dapat dicerna, semakin serat kasar dalam suatu bahan pakan maka kecernaan bahan kering semakin rendah. Menurut Ariani (1981) bahwa kecernaan bahan kering bungkil kelapa adalah 57,88%. Hal ini sesuai oleh pendapat Price et al. (1980) bahwa serat kasar semakin tinggi kadarnya di dalam ransum akan menurunkan daya cerna bahan kering, protein kasar dan energi dapat dicerna. Hal ini diperkuat oleh pendapat Anggorodi (1994) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kecernaan BK ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum, komposisi kimia, tingkat protein, persentase lemak dan mineral.
4.2.      Kecernaan Bahan Organik
Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan nilai KcBK sebesar 46,105%. Nilai tersebut juga cukup jauh dari standar. Nilai KcBO menggambarkan nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Faktor-faktor yang menyebabkan nilai kecernaan tidak sesuai dengan standar diantaranya adalah asal sampel, pencampuran pakan dan cairan rumen. Menurut Ariani (1981) bahwa KcBO bungkil kelapa adalah 57,94%. Hal ini sesuai dengan pendapat                    Tillman et al. (1991) bahwa KcBO menggambarkan ketersediaan nutrien dari pakan dan menunjukkan nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. KcBK dapat mempengaruhi KcBO. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Yunus (1997) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan in vitro diantaranya adalah pencampuran pakan, cairan rumen, pengontrolan temperatur, variasi waktu, dan metode analisis.





BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.      Kesimpulan
            Berdasarkan hasil praktikum Ransum Ruminansia didapatkan kesimpulan bahwa bungkil kelapa memiliki kecernaan BK dan kecernaan BO yang tidak terlalu tinggi yang menandakan bahwa pemanfaatan nutrisi bungkil kelapa yang diserap oleh saluran pencernaan ternak tidak terlalu banyak.
5.2.      Saran
            Pengambilan dan penyimpanan cairan rumen harus tepat karena dapat mempengaruhi nilai kecernaan suatu sampel bahan pakan.

DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anitasari, L. 2010. Pengaruh Tingkat Penggunaan Limbah Tape Singkong dalam Ransum terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum Domba Lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung.
Ariani, E. 1981. Uji Banding Bungkil Biji Kapuk (Ceiba petandra, Gaertn) terhadap Dedak, Bungkil Kelapa dan Bungkil Kedelai sebagai Sumber Protein Ternak Ruminansia. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian, Bogor.

Chuzaemi, S., Hermanto, Soebarinoto, H. Sudarwati. 1997. Evaluasi Protein Pakan Ruminansia Melalui Pendekatan Sintesis Protein Mikrobial di dalam Rumen. Evaluasi Kandungan RDP dan UDP pada Beberapa Jenis Hijauan Segar, Limbah Pertanian dan Konsentrat. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Hayati (Life Science) 9:77-89.

Forbes, J. M., dan J. France. 1993. Quantitative Aspects of Ruminant Digestion and Metabolism. Cab. International, New York.
Hamid, H., T. Purwandaria, T. Haryati dan A.P. Sinurat. 1999. Perubahan Nilai Bilangan Peroksida Bungkil Kelapa dalam Proses Penyimpanan dan Fermentasi. JITV 4(2): 102-106.

Mulyawati, Y. 2009. Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Biomineral Dienkapsulasi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Makkar, H. P. S., M. Blummel and K. Becker. 1995. Formation of Complexesbetween Polyvinyl Pyrolidones or Polyethylene Glycols and Taninand Their Implications in Gas Production and The True Digestibility In Vitro Techniques. Jurnal of Nutrition Britany 73.
Mariyono dan E. Romjali. 2007. Petunjuk Teknis : Teknologi Inovasi Pakan Murah untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Pasuruan.

Marsetyo. 2006. Pengaruh Penambahan Daun Lamtoro atau Bungkil Kelapa Terhadap Konsumsi, Kecernaan Pakan dan Pertambahan Bobot Kambing Betina Lokal yang Mendapatkan Pakan Dasar Jerami Jagung. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu. Jurnal Protein 13(1):7.

Price, M. A., S. D. Jones, G.W. Mathison and R.T. Berg. 1980. The Effect of Increasing Dietary Raughage Level and Slaughter Weight on the Feedlot Performance and Carcass Charateristic of Bulls and Steer. Can. J. Anim. Sci. 60:345.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi I. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian, Bogor.

Sutardi, T., N. A. Sigit dan T. Toharmat. 1983. Standarisasi Mutu Protein Bahan Makanan Ternak Ruminansia, Berdasarkan Parameter Metabolismenya oleh Mikrobia Rumen. Proyek Pengembangan Ilmu dan Teknologi. Ditjen Pendidikan Tinggi, Jakarta.

Tillman, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., dan S Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Yunus, M. 1997. Pengaruh Umur Pemotongan Spesies Rumput terhadap Produksi Komposisi Kimia, Kecernaan In Vitro dan In Sacco. Skripsi. Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.


1 comment:

  1. Iron Tiger 2 Stainless Steel Tinglet - TITIAN NINTRATE
    T. Titanium Nitride. $4.99. mens titanium wedding bands Quantity. Add to cart. Quantity. titanium mens wedding bands Add to cart. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to cart. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. titanium apple watch Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. omega titanium Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to basket. Quantity. Add to titanium suppressor basket. Quantity. Add to basket.

    ReplyDelete