BAB
I
MATERI
DAN METODE
Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak
dilaksanakan pada hari Selasa 15 Mei 2012 pukul 14.30 – 16.00 WIB di Laboratorium Ilmu Pemuliaan dan
Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro
Semarang.
1.1. Materi
Peralatan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah dua buah tabung reaksi untuk tempat uji
urin, rak tabung reaksi untuk meletakkan tabung reaksi, alat tulis untuk
mencatat hasil yang didapat. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu urin dari
sapi betina yang bunting maupun yang tidak bunting, larutan pendahuluan untuk
mengetahui adanya suspensi atau tidak, serta larutan penegas untuk mempertegas
kembali apakah urin sapi tersebut berasal dari tenak sapi yang bunting atau
tidak. Larutan penegas dan pendahuluan ini terdapat dalam satu paket produk
DEEA GestTDect
1.2. Metode
Metode yang
pertama kali dilakukan adalah menampung urin ternak betina yang bunting maupun
yang tidak. Memindahkan urin yang didapat ke tabung reaksi sebanyak 3 ml
untuk tiap sample urin. Meneteskan
larutan pendahuluan sebanyak 2 sampai 3 tetes sambil mengamati terbentuk
endapan coklat atau tidak. Menambahkan larutan penegas sebanyak 5 tetes untuk
lebih mempertegas lagi hasil yang didapat setelah meneteskan larutan
pendahuluan. Hasil menjadi positif jika larutan membentuk suspensi hitam
kecoklatan saat meneteskan larutan pendahuluan dan membentuk endapan kecoklatan
ketika meneteskan larutan penegas kedalam urin, serta membentuk tiga lapisan
yaitu suspensi, larutan jernih dan endapan. Hasil menjadi negatif jika tidak membentuk suspensi
ataupun endapan didalam urin. Setelah itu, mencatat hasil yang didapat dengan
alat tulis.
BAB
II
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Urin Ternak
Berdasarkan
hasil pengamatan praktikum Analisis Kebuntingan diperoleh hasil sebagai
berikut :
Berdasarkan pengamatan terhadap
praktikum uji kebuntingan, urin A dinyatakan positif bunting, sedangkan urin B
hasilnya negatif. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya tiga lapisan pada urin
A yaitu : suspensi coklat kehitaman, larutan jernih dan endapan. Sedangkan pada
urin B, larutan penegas dengan larutan pendahuluan menjadi homogen dan tidak
adanya endapan. Uji positif diperoleh dari estrogen yang didegradasikan ke urin
menjadi estradiol 17α dan estradiol 17β, dimana keduanya mengandung ion fenol.
Larutan pendahuluan dan penegas yang terdapat dalam produk DEEA GestDect
berikatan dengan ion fenol yang ada sehingga membentuk endapan. Sesuai dengan
Samsudewa et al. (2008) yang menyatakan bahwa pemeriksaan kebuntingan DEEA
GestDect mempunyai kemampuan untuk mendeteksi kebuntingan selama 2 minggu, apabila terbentuk suspensi
coklat kekuningan berarti ternak kemungkinan positif bunting namun apabila
terbentuk larutan homogen maka ternak kemungkinan negatif bunting yang pada
saat pengujian dengan larutan penegas terbentuk endapan berarti ternak positif
bunting sedangkan larutan tetap menunjukkan hasil homogen maka ternak negatif
bunting. Ditambahkan oleh Samsudewa et al. (2003) bahwa salah satu diagnosa
atau pemeriksaan kebuntingan ternak secara hormonal dilakukan dengan penggunaan
FeCl3 dan (NH4)6 Mo7 O24.
4 H2O yang digunakan untuk mengamati ada atau tidaknya ikatan ion
fenol yang mencirikan adanya estrogen dalam urin. Menurut Pendapat Wasser et al. (1994)
menyatakan bahwa pada saat kebuntingan ekskresi estrogen melalui urine mempunyai
grafik yang meningkat mulai dari kebuntingan awal hingga mendekati kelahiran akan
kembali mengalami penurunan
DAFTAR PUSTAKA
Samsudewa,
D., A. Lukman., E. Sugianto dan E.T. Setiatin. 2008. Uji Konsistensi, Akurasi dan Sensitivitas Deteksi Kebuntingan Ternak Deea Gestdect
pada Sapi. Animal Production (10:12-15).
Universitas Diponegoro.
Semarang.
Samsudewa,
D. A. Lukman dan E. Sugianto. 2003. Identifikasi Ion Fenol dalam Urine Sebagai Alternatif
metode Deteksi Kebuntingan Ternak. Lomba
Karya Inovatif Mahasiswa
2003. Universitas Diponegoro. Semarang.
Wasser, S.K., S.L. Monfort, J.
Shouters and D.E.Wildt. 1994.
Excretion rates and metabolites of
oestradiol and progesterone in Baboon
(Papio cynocephalus
cynocephalus). J.Reproduction and Fertility 101:
213 – 220.
No comments:
Post a Comment