Thursday, July 26, 2012

Laporan RUNR


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
            Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan booming pada awal 1980-an. Laju perkembangan usaha ayam broiler sejalan dengan pertumbuhan populasi penduduk, pergeseran gaya hidup, tingkat pendapatan, perkembangan situasi ekonomi dan politik, serta kondisi keamanan. Ayam broiler memiliki pertumbuhan yang cepat, namun hal ini tidak hanya dipengaruhi oleh genetiknya saja. Tetapi juga dari zat gizi yang terkandung didalam ransum serta cara pemberiannya. Pemberian ransum yang salah dapat menyebabkan hasil produksi dari ayam broiler ini kurang maksimal. Manajemen pemberian ransum perlu dilakukan untuk mendukung produksi karena terkait dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi ayam. Pemberian nutrisi harus mempertimbangkan tinggi atau rendahnya kecernaan, karena ini juga berpengaruh terhadap penyerapan didalam tubuh ayam.

2.2.      Permasalahan
            Nutrisi ransum bagi ayam broiler sangat penting untuk memperoleh produktivitas yang tinggi. Kualitas bahan pakan sangat mempengaruhi pemanfaatan nutrisi dalam tubuh unggas, seperti pemanfaatan kalsium, serat kasar, lemak kasar, dan protein kasar. Oleh karena itu dibutuhkan susunan bahan pakan dengan kualitas baik untuk meningkatkan nilai kecernaan bahan pakan dalam tubuh ternak

2.3.      Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia ini adalah agar mahasiswa mengetahui nilai kecernaan ayam broiler yang diberi ransum kontrol. Manfaat yang didapatkan dari praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia ini adalah mahasiswa dapat menghitung dan mengetahui nilai kecernaan ayam broiler yang diberi ransum Kontrol

BAB II  

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.      Ayam Broiler

            Ayam Broiler adalah jenis ayam yang efisien dalam menghasilkan daging atau dapat dikatakan sebagai ayam yang berpotensi besar untuk tumbuh secara cepat dan efisien dalam mengubah pakan menjadi daging. Ayam tersebut dihasilkan melalui perkawinan silang, seleksi, dan rekayasa genetik yang dilakukan oleh pembibitnya (Santoso dan Sudaryani, 2009). Apabila dibandingkan ayam lain, ayam broiler mempunyai beberapa kelebihan antara lain dapat berproduksi dengan cepat, relatif menghemat modal, dan konversi makannya lebih baik (Siregar dan Sabrani, 1980).

2.2.      Ransum

            Ransum adalah campuran berbagai bahan pakan dengan komposisi tertentu yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan ternak (hidup pokok, pertumbuhan, pemeliharaan panas tubuh, dan produksi) selama 24 jam dan pemberiannya dapat dilakukan beberapa kali (Suprijatna et al., 2005). Pemilihan bahan baku yang akan digunakan dalam ransum adalah bahan pakan tidak bersaing dengan bahan makanan manusia, bahan baku pakan harus tersedia secara terus – menerus dalam jumlah yang memadai, harga bahan baku murah, kualitas gizi bahan baku pakan baik, dan mempunyai kandungan asam amino, vitamin, mineral, dan energi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi unggas (Ichwan, 2003).
Ransum ayam broiler terbagi menjadi dua jenis, yaitu periode starter dan periode finisher (Murtidjo, 1991). Kebutuhan nutrisi ayam broiler periode finisher adalah PK 20%, EM 2900 – 3200, LK 2,5%, SK 4,5%, Ca 0,9%, dan P 0,35% (NRC, 1994).
2.3.      Kecernaan

Kecernaan ransum sangat penting untuk diketahui karena dapat dipakai untuk menentukan nilai atau mutu suatu bahan pakan (Scott et al., 1982). Kecernaan ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis ternak, macam bahan pakan, jumlah pakan yang diperlukan, cara penyediaan dan kadar nutrisi (Lubis, 1992).
            Pengukuran kecernaan adalah suatu usaha untuk menentukan jumlah zat ransum diserap dalam saluran pencernaan. Jumlah yang tertinggal dalam tubuh dapat dihitung dari selisih zat pakan yang terkandung dalam ransum yang dikonsumsi dengan zat pakan dalam ekskreta. Pengukuran kecernaan dapat dilakukan dengan metode in vivo yang melibatkan ternak secara langsung. Pengukuran secara in vivo terdiri dari 2 periode yaitu periode pendahuluan dan periode koleksi. Periode pendahuluan digunakan untuk membiasakan ternak dengan ransum perlakuan dan kondisi lingkungan yang baru serta menghilangkan sisa ransum waktu sebelumnya. Periode koleksi adalah periode pengumpulan semua ekskreta (Tillman et al., 1991). Nilai kecernaan normal ayam broiler untuk LK adalah 75 – 80%, PK adalah 70 – 80%, dan SK adalah 70 – 80% (Wahyu, 1985; Piliang dan Soebagio, 1990).

2.4.      Pertambahan Bobot Badan (PBB)

            Ayam Broiler adalah ayam jantan atau betina muda dengan bobot hidup antara 1,3-1,6 kg dan PBB per minggu antara 0,44 – 0,45kg pada umur 7-8 minggu dan mempunyai pertumbuhan yang cepat serta dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak (Raysaf,2004). Pertumbuhan bobot badan ayam dipengaruhi oleh genetis dan pakan. Pakan yang berkualitas baik akan memenuhi kebutuhan nutrisi ayam sehingga pertumbuahan bobot badan lebih cepat dan tinggi.  Tingkat pertumbuhan ayam akan berbeda pada setiap minggunya, bergantung pada strain ayam, jenis kelamin, hormone dan faktor lingkungan yang mendukung (pakan dan manajemen) (Fadilah, 2005).
Pertumbuhan hewan ditentukan oleh cakupan makanannya, jika konsumsi makannya tinggi maka pertumbuhannya juga cepat (Tillman et al., 1991). Ayam broiler periode finisher mempunyai konsumsi rata-rata 100 gr/hari (Mulyono dan Raharjo, 2008).
 
                                                                            BAB III   

                                                                      METODOLOGI

Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia dengan materi pemberian ekstrak daun katuk terhadap ayam broiler dilaksanakan hari selasa tanggal 15 Mei 2012 sampai hari jumat, tanggal 18 Mei 2012. Di Kandang Digesti Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.

3.1.      Materi
Materi yang digunakan dalam praktikum pemberian ekstrak daun katuk terhadap ayam broiler adalah 2 ekor ayam broiler, pakan BR 1, tepung daun katuk, vitachick, tetrahlor, air minum, indikator Fe2O3, gula merah , dan larutan HCl. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu tempat pakan digunakan untuk meletakan pakan ayam, tempat minum digunakan untuk meletakan air minum ayam , kandang digunakan tempat istirahat ayam, loyang digunakan untuk tempat meletakan ekskreta ayam yang akan dijemur, timbangan analitik digunakan untuk menimbang pakan, plastik digunakan untuk melapisi kardus tempat penampungan ekskreta, dan kardus digunakan untuk tempat penampungan ekskreta.

3.2.      Metode
.           Metode yang digunakan pada praktikum pemberian ekstrak daun katuk terhadap ayam broiler adalah pada hari pertama mempersiapkan kandang ayam, membersihkan area kandang, membuat loyang untuk ekskreta, menghaluskan pakan untuk ayam, mengambil ayam di rumah potong ayam kemudian menempatkan ayam pada masing-masing kandang, memberikan air gula ke ayam agar tidak stress, menimbang pakan untuk hari pertama dan hari kedua, mengganti air minum, dan menutup tirai. Pada hari kedua memberi pakan, mengganti air minum dengan tambahan vitachick, mengganti alas ekskreta yang masih menggunakan kardus pada pagi hari, membuka tirai, mengecek pakan, dan menutup tirai pada sore hari. Pada hari ketiga mengganti air minum dengan tambahan vitachick, mengganti pakan, membuat loyang untuk menampung ekskreta, membuka tirai, menimbang pakan untuk hari jumat, memberi pakan, mengecek air minum, dan menutup tirai. Pada hari keempat menimbang ayam untuk dimasukan ke kendang individu, memasukan ayam ke kandang individu, memberi air minum dengan tambahan vita chick, memberi pakan, membuka tirai, meletakan loyang penampung ekskreta dan mengecek kondisi ayam. Pada hari kelima memberi air minum dengan tambahan vitachick, mengganti loyang ekskreta T0U4, menimbang ekskreta T0U4, menimbang  ayam untuk sampel perlakuan T0U4, mengambil ekskreta yang dijemur, menyemprot ekskreta dengan HCl untuk menurunkan penguapan nitrogen, membuka tirai, memberi pakan, mencampur pakan, dan menutup tirai.pada hari keenam mengganti pakan, mengganti air minum, mengganti loyang, menjemur loyang hari kedua penampungan ekskreta, membuka tirai, memindahkan ayam T0U3 ke kandang koloni, memberi pakan untuk ayam sampel T0U4, mencampur pakan, mengecek air minum, dan menutup tirai. Pada hari ketujuh membuka tirai, menjemur ekskreta, mencuci tempat air minum, dan membersihkan ekskreta yang tercecer. Pada hari kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh hanya melakukan penjemuran ekskreta. Pada hari kesebelas melakukan menimbang ekskreta, menumbuk ekskreta.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.      Ayam Broiler

            Ayam broiler yang dipelihara adalah ayam memiliki umur 8 minggu dengan bobot TO U3 adalah 1746 gram dan untuk TO U4 adalah 1748 gram. Ayam broiler dengan umur 8 minggu merupakan ayam finisher dan bobotnya sudah memenuhi standar. Raysaf (2004) menyebutkan bahwa ayam Broiler adalah ayam jantan atau betina muda dengan bobot hidup antara 1,3-1,6 kg yang dipasarkan pada umur 5-6 minggu dan mempunyai pertumbuhan yang cepat serta dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak. Ayam yang digunakan sebagai sampel memiliki pertumbuhan yang cukup efisien dengan penambahan bobot badan ayam broiler untuk TO U3 adalah 66 gram/hari dan untuk TO U4 adalah  88 gram/hari. Pertumbuhan ini dinilai baik, hal ini dipengaruhi oleh gen ayam broiler yang merupakan ayam dengan produksi daging sangat tinggi dan pakan yang sangat efisien dibanding jenis ayam yang lain. Pramu et al. (1981) menyatakan bahwa ayam broiler adalah jenis ayam yang efisien dalam menghasilkan daging atau dapat dikatakan sebagai ayam yang berpotensi besar untuk tumbuh secara cepat dan efisien dalam mengubah pakan menjadi daging. Siregar dan Sabrani (1980) menambahkan, apabila dibandingkan ayam lain, ayam broiler mempunyai beberapa kelebihan antara lain dapat berproduksi dengan cepat, relatif menghemat modal, dan konversi makannya lebih baik.
4.2.      Ransum

Berdasarkan hasil Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia diperoleh hasil bahwa kandungan nutrisi ayam broiler dengan menggunakan ransum kontrol periode finisher, yaitu BK 87,94%, PK 19,80%, abu 5,608%, LK 4,943%, dan SK 10,101%. Murtidjo (1991) menyatakan bahwa Ransum ayam broiler terbagi menjadi dua jenis, yaitu periode starter dan periode finisher. Hal ini didukung oleh NRC (1994) bahwa Kebutuhan nutrisi ayam broiler periode finisher sebaiknya adalah mempunyai kandungan PK 18 – 20%, EM 2900 – 3200, LK 2,5%, SK 4,5%, Ca 0,9%, dan P 0,35%.
            Ransum kontrol yang diberikan ayam broiler periode finisher dapat dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak seperti kebutuhan akan hidup pokok, panas tubuh, dan produksi daging. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa Ransum adalah campuran berbagai bahan pakan dengan komposisi tertentu yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan ternak (hidup pokok, pertumbuhan, pemeliharaan panas tubuh, dan produksi) selama 24 jam dan pemberiannya dapat dilakukan beberapa kali. Ichwan (2003) juga menyatakan bahwa Pemilihan bahan baku yang akan digunakan dalam ransum salah satunya adalah mempunyai kandungan asam amino, vitamin, mineral, dan energi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi unggas.

4.3.      Kecernaan

            Berdasarkan hasil Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia diperoleh hasil bahwa ayam broiler TO U3 mempunyai nilai kecernaan BK 92,49%, kecernaan BO 91,49%, kecernaan LK 95,4%,  kecernaan SK 77,63%, dan kecernaan PK 95,98%. Ayam broiler TO U4 mempunyai nilai kecernaan BK 78,35%, kecernaan BO 78,92%, kecernaan LK 89,98%, kecernaan SK 45,45%, dan kecernaan PK 90,94%. Nilai ini diatas standar nilai kecernaan normal ayam broiler, sehingga dapat mempengaruhi penampilan ayam broiler (bobot badan dan pertambahan bobot badan ayam broiler). Perbedaan nilai kecernaan ayam broiler TO U3 dan TO U4 dapat dipengaruhi karena kondisi dan daya cerna organ – organ pencernaan dari setiap ayam berbeda – beda. Wahyu (1985); Piliang dan Soebagio (1990) menyatakan bahwa Nilai kecernaan normal ayam broiler untuk LK adalah 75 – 80%, PK adalah 70 – 80%, dan SK adalah 70 – 80%. Lubis (1992) juga menyatakan bahwa Kecernaan ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis ternak, macam bahan pakan, jumlah pakan yang diperlukan, cara penyediaan dan kadar nutrisi.

4.3.      Pertambahan Bobot Badan (PBB)

            Berdasarkan hasil Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia diperoleh hasil bahwa bobot badan awal ayam broiler untuk TO U3 adalah 1680 gram dan untuk TO U4 adalah 1660 gram. Bobot badan akhir ayam broiler untuk TO U3 adalah 1746 gram dan untuk TO U4 adalah 1748 gram, sehingga dapat diperoleh Pertambahan Bobot Badan (PBB) ayam broiler untuk TO U3 adalah 66 gram/hari dan untuk TO U4 adalah  88 gram/hari. Rata – rata konsumsi ayam broiler TO U3 dan TO U4 adalah 82,8 gram/hari. Bobot badan dan Pertambahan Bobot Badan (PBB) ayam broiler periode finisher tersebut berada di atas standar. Hal ini dapat disebabkan karena pakan yang dikonsumsi digunakan secara optimal untuk pertambahan bobot badan ayam broiler. Rasyaf (2004) mengungkapkan bahwa Ayam Broiler adalah ayam jantan atau betina muda dengan bobot hidup antara 1,3-1,6 kg dan PBB per minggu antara 0,44 – 0,45kg pada umur 7-8 minggu. Mulyono dan Raharjo (2008) juga menambahkan bahwa Ayam broiler periode finisher mempunyai konsumsi rata-rata 100 gr/hari. Hal ini juga dinyatakan oleh Fadilah (2005) bahwa Pertumbuhan bobot badan ayam dipengaruhi oleh genetis dan pakan. Pakan yang berkualitas baik akan memenuhi kebutuhan nutrisi ayam sehingga pertumbuahan bobot badan lebih cepat dan tinggi.  Tingkat pertumbuhan ayam akan berbeda pada setiap minggunya, bergantung pada strain ayam, jenis kelamin, hormone dan faktor lingkungan yang mendukung (pakan dan manajemen).

BAB V

KESIMPULAN

            Berdasarkan hasil praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia dapat disimpulkan bahwa ayam broiler yang diberi pakan kontrol mempunyai nilai kecernaan yang tinggi, sehingga memberikan bobot badan dan pertambahan bobot badan yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Fadilah, R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka, Depok.
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
Mulyono, B. dan  Raharjdo, P. 2008. Ayam Jawa Super. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Murtidjo B, A. 1992. Mengelola Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 8th Ed. National Academy Press, Washington D.C.
Piliang, W. G. Djojosoebagio, S. 1990. Metabolisme Lemak, Protein dan Serat Kasar. Fisiologi Nutrisi I. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.
Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-24. Penebar Swadaya, Jakarta.
Scott, M.L.,M. C. Nesheim, dan R. J. Young 1982. Nutrition of The Chicken. 3rd ed. N. Y. : M. L. Ithaca, Scoot.
Siregar, A. P. Dan M. Sabrani. 1980. Tehnik Modern Beternak Ayam. Penerbit PT. Yasaguna, Jakarta.
Suprijatna, E. 2005. Ayam Buras Krosing Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wahju, J. 1985. llmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.


1 comment: