BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada
pertengahan dasawarsa 1970-an dan booming
pada awal 1980-an. Laju perkembangan usaha ayam broiler sejalan dengan
pertumbuhan populasi penduduk, pergeseran gaya hidup, tingkat pendapatan,
perkembangan situasi ekonomi dan politik, serta kondisi keamanan. Ayam
broiler
memiliki pertumbuhan yang cepat, namun hal ini tidak hanya dipengaruhi oleh
genetiknya saja. Tetapi juga dari zat gizi yang terkandung didalam ransum serta
cara pemberiannya. Pemberian ransum yang salah dapat menyebabkan hasil produksi
dari ayam broiler ini kurang maksimal. Manajemen pemberian ransum perlu
dilakukan untuk mendukung produksi karena terkait dengan pemenuhan kebutuhan
nutrisi ayam. Pemberian nutrisi harus mempertimbangkan tinggi atau rendahnya
kecernaan, karena ini juga berpengaruh terhadap penyerapan didalam tubuh ayam.
2.2. Permasalahan
Nutrisi
ransum bagi ayam broiler sangat penting untuk memperoleh produktivitas yang
tinggi. Kualitas bahan pakan sangat mempengaruhi pemanfaatan nutrisi dalam
tubuh unggas, seperti pemanfaatan kalsium, serat kasar, lemak kasar, dan
protein kasar. Oleh karena itu dibutuhkan susunan bahan pakan dengan kualitas
baik untuk meningkatkan nilai kecernaan bahan pakan dalam tubuh ternak
2.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia
ini adalah agar mahasiswa mengetahui nilai kecernaan ayam broiler yang
diberi ransum kontrol.
Manfaat yang didapatkan dari praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia ini
adalah mahasiswa dapat menghitung dan mengetahui nilai
kecernaan ayam broiler yang diberi ransum Kontrol
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ayam
Broiler
Ayam
Broiler adalah jenis ayam yang efisien dalam menghasilkan daging atau dapat
dikatakan sebagai ayam yang berpotensi besar untuk tumbuh secara cepat dan
efisien dalam mengubah pakan menjadi daging. Ayam tersebut dihasilkan melalui perkawinan silang,
seleksi, dan rekayasa genetik yang dilakukan oleh pembibitnya (Santoso dan
Sudaryani, 2009). Apabila dibandingkan ayam lain, ayam
broiler mempunyai beberapa kelebihan antara lain dapat berproduksi dengan
cepat, relatif menghemat modal, dan konversi makannya lebih baik (Siregar dan
Sabrani, 1980).
2.2. Ransum
Ransum
adalah campuran berbagai bahan pakan dengan komposisi tertentu yang disediakan untuk
memenuhi kebutuhan ternak (hidup
pokok, pertumbuhan, pemeliharaan panas tubuh, dan produksi) selama
24 jam dan pemberiannya dapat dilakukan beberapa kali (Suprijatna et al.,
2005). Pemilihan bahan baku yang akan digunakan dalam ransum
adalah bahan pakan tidak bersaing dengan bahan makanan manusia, bahan baku
pakan harus tersedia secara terus – menerus dalam jumlah yang memadai, harga
bahan baku murah, kualitas gizi bahan baku pakan baik, dan mempunyai kandungan
asam amino, vitamin, mineral, dan energi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi unggas (Ichwan, 2003).
Ransum ayam broiler terbagi menjadi dua jenis, yaitu periode starter dan periode finisher (Murtidjo, 1991). Kebutuhan nutrisi ayam broiler periode finisher adalah PK 20%, EM 2900 – 3200,
LK 2,5%, SK 4,5%, Ca 0,9%, dan P 0,35% (NRC, 1994).
2.3. Kecernaan
Kecernaan ransum
sangat penting untuk diketahui karena dapat dipakai untuk menentukan nilai atau
mutu suatu bahan pakan (Scott et al.,
1982). Kecernaan ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis ternak,
macam bahan pakan, jumlah pakan yang diperlukan, cara penyediaan dan kadar
nutrisi (Lubis, 1992).
Pengukuran
kecernaan adalah suatu usaha untuk menentukan jumlah zat ransum diserap dalam
saluran pencernaan. Jumlah yang tertinggal dalam tubuh dapat dihitung dari
selisih zat pakan yang terkandung dalam ransum yang dikonsumsi dengan zat pakan
dalam ekskreta. Pengukuran kecernaan dapat dilakukan dengan metode in vivo yang melibatkan ternak secara
langsung. Pengukuran secara in vivo
terdiri dari 2 periode yaitu periode pendahuluan dan periode koleksi. Periode
pendahuluan digunakan untuk membiasakan ternak dengan ransum perlakuan dan
kondisi lingkungan yang baru serta menghilangkan sisa ransum waktu sebelumnya.
Periode koleksi adalah periode pengumpulan semua ekskreta (Tillman et al., 1991). Nilai kecernaan normal
ayam broiler untuk LK adalah 75 – 80%, PK adalah 70 – 80%, dan SK adalah 70 –
80% (Wahyu, 1985; Piliang dan Soebagio, 1990).
2.4. Pertambahan Bobot Badan (PBB)
Ayam Broiler adalah ayam
jantan atau betina muda dengan bobot hidup antara 1,3-1,6 kg dan PBB per minggu
antara 0,44 – 0,45kg pada umur 7-8 minggu dan mempunyai pertumbuhan yang cepat
serta dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak
(Raysaf,2004). Pertumbuhan bobot badan
ayam dipengaruhi oleh genetis dan pakan. Pakan yang berkualitas baik akan
memenuhi kebutuhan nutrisi ayam sehingga pertumbuahan bobot badan lebih cepat
dan tinggi. Tingkat pertumbuhan ayam
akan berbeda pada setiap minggunya, bergantung pada strain ayam, jenis kelamin,
hormone dan faktor lingkungan yang mendukung (pakan dan manajemen) (Fadilah,
2005).
Pertumbuhan hewan ditentukan oleh cakupan makanannya, jika konsumsi
makannya tinggi maka pertumbuhannya juga cepat (Tillman et al., 1991). Ayam broiler periode finisher mempunyai konsumsi
rata-rata 100 gr/hari (Mulyono dan Raharjo, 2008).
BAB III
METODOLOGI
Praktikum Ransum Unggas dan Non
Ruminansia dengan materi pemberian ekstrak daun katuk terhadap ayam broiler
dilaksanakan hari selasa tanggal 15 Mei 2012 sampai hari jumat, tanggal 18 Mei
2012. Di Kandang Digesti Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.
3.1. Materi
Materi yang digunakan dalam
praktikum pemberian ekstrak daun katuk terhadap ayam broiler adalah 2 ekor ayam
broiler, pakan BR 1, tepung daun katuk, vitachick, tetrahlor, air minum,
indikator Fe2O3, gula merah , dan larutan HCl. Alat yang
digunakan dalam praktikum ini yaitu tempat pakan digunakan untuk meletakan
pakan ayam, tempat minum digunakan untuk meletakan air minum ayam , kandang
digunakan tempat istirahat ayam, loyang digunakan untuk tempat meletakan
ekskreta ayam yang akan dijemur, timbangan analitik digunakan untuk menimbang
pakan, plastik digunakan untuk melapisi kardus tempat penampungan ekskreta, dan
kardus digunakan untuk tempat penampungan ekskreta.
3.2. Metode
. Metode yang digunakan pada praktikum
pemberian ekstrak daun katuk terhadap ayam broiler adalah pada hari pertama
mempersiapkan kandang ayam, membersihkan area kandang, membuat loyang untuk
ekskreta, menghaluskan pakan untuk ayam, mengambil ayam di rumah potong ayam
kemudian menempatkan ayam pada masing-masing kandang, memberikan air gula ke
ayam agar tidak stress, menimbang pakan untuk hari pertama dan hari kedua,
mengganti air minum, dan menutup tirai. Pada hari kedua memberi pakan,
mengganti air minum dengan tambahan vitachick, mengganti alas ekskreta yang
masih menggunakan kardus pada pagi hari, membuka tirai, mengecek pakan, dan
menutup tirai pada sore hari. Pada hari ketiga mengganti air minum dengan
tambahan vitachick, mengganti pakan, membuat loyang untuk menampung ekskreta,
membuka tirai, menimbang pakan untuk hari jumat, memberi pakan, mengecek air minum,
dan menutup tirai. Pada hari keempat menimbang ayam untuk dimasukan ke kendang
individu, memasukan ayam ke kandang individu, memberi air minum dengan tambahan
vita chick, memberi pakan, membuka tirai, meletakan loyang penampung ekskreta
dan mengecek kondisi ayam. Pada hari kelima memberi air minum dengan tambahan
vitachick, mengganti loyang ekskreta T0U4, menimbang
ekskreta T0U4, menimbang
ayam untuk sampel perlakuan T0U4, mengambil
ekskreta yang dijemur, menyemprot ekskreta dengan HCl untuk menurunkan
penguapan nitrogen, membuka tirai, memberi pakan, mencampur pakan, dan menutup
tirai.pada hari keenam mengganti pakan, mengganti air minum, mengganti loyang,
menjemur loyang hari kedua penampungan ekskreta, membuka tirai, memindahkan
ayam T0U3 ke kandang koloni, memberi pakan untuk ayam
sampel T0U4, mencampur pakan, mengecek air minum, dan
menutup tirai. Pada hari ketujuh membuka tirai, menjemur ekskreta, mencuci
tempat air minum, dan membersihkan ekskreta yang tercecer. Pada hari kedelapan,
kesembilan, dan kesepuluh hanya melakukan penjemuran ekskreta. Pada hari
kesebelas melakukan menimbang ekskreta, menumbuk ekskreta.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Ayam Broiler
Ayam
broiler yang dipelihara adalah ayam memiliki umur 8 minggu dengan bobot TO
U3 adalah 1746 gram dan untuk TO U4 adalah 1748 gram. Ayam broiler dengan umur 8 minggu merupakan ayam finisher dan bobotnya sudah memenuhi
standar. Raysaf
(2004) menyebutkan bahwa ayam Broiler
adalah ayam jantan atau betina muda dengan bobot hidup antara 1,3-1,6 kg yang
dipasarkan pada umur 5-6 minggu dan mempunyai pertumbuhan yang cepat serta dada
yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak. Ayam yang digunakan sebagai sampel memiliki
pertumbuhan yang cukup efisien dengan penambahan bobot badan ayam
broiler untuk TO U3 adalah 66 gram/hari dan untuk TO U4 adalah 88 gram/hari. Pertumbuhan ini dinilai baik, hal ini dipengaruhi
oleh gen ayam broiler yang merupakan ayam dengan produksi daging sangat tinggi
dan pakan yang sangat efisien dibanding jenis ayam yang lain. Pramu
et al. (1981) menyatakan bahwa ayam broiler adalah jenis ayam yang
efisien dalam menghasilkan daging atau dapat dikatakan sebagai ayam yang
berpotensi besar untuk tumbuh secara cepat dan efisien dalam mengubah pakan
menjadi daging. Siregar
dan Sabrani (1980) menambahkan, apabila dibandingkan
ayam lain, ayam broiler mempunyai beberapa kelebihan antara lain dapat
berproduksi dengan cepat, relatif menghemat modal, dan konversi makannya lebih
baik.
4.2. Ransum
Berdasarkan hasil Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia diperoleh
hasil bahwa kandungan nutrisi ayam broiler dengan menggunakan ransum kontrol
periode finisher, yaitu BK 87,94%, PK
19,80%, abu 5,608%, LK 4,943%, dan SK 10,101%. Murtidjo (1991) menyatakan bahwa
Ransum ayam broiler terbagi menjadi dua jenis, yaitu periode starter dan periode finisher. Hal ini didukung oleh NRC (1994) bahwa Kebutuhan nutrisi
ayam broiler periode finisher
sebaiknya adalah mempunyai kandungan PK 18 – 20%, EM 2900 – 3200, LK 2,5%, SK
4,5%, Ca 0,9%, dan P 0,35%.
Ransum kontrol yang diberikan ayam
broiler periode finisher dapat
dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak seperti kebutuhan akan hidup
pokok, panas tubuh, dan produksi daging. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa Ransum adalah campuran
berbagai bahan pakan dengan
komposisi tertentu yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan
ternak (hidup pokok,
pertumbuhan, pemeliharaan panas tubuh, dan produksi) selama
24 jam dan pemberiannya dapat dilakukan beberapa kali. Ichwan (2003) juga menyatakan bahwa Pemilihan
bahan baku yang akan digunakan dalam ransum salah satunya adalah mempunyai
kandungan asam amino, vitamin, mineral, dan energi yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi unggas.
4.3. Kecernaan
Berdasarkan
hasil Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia diperoleh hasil bahwa ayam
broiler TO U3 mempunyai nilai kecernaan BK 92,49%, kecernaan BO 91,49%,
kecernaan LK 95,4%, kecernaan SK 77,63%,
dan kecernaan PK 95,98%. Ayam broiler TO U4 mempunyai nilai kecernaan BK
78,35%, kecernaan BO 78,92%, kecernaan LK 89,98%, kecernaan SK 45,45%, dan
kecernaan PK 90,94%. Nilai ini diatas standar nilai kecernaan normal ayam
broiler, sehingga dapat mempengaruhi penampilan ayam broiler (bobot badan dan
pertambahan bobot badan ayam broiler). Perbedaan nilai kecernaan ayam broiler
TO U3 dan TO U4 dapat dipengaruhi karena kondisi dan daya cerna organ – organ
pencernaan dari setiap ayam berbeda – beda. Wahyu (1985); Piliang dan Soebagio
(1990) menyatakan bahwa Nilai kecernaan normal ayam broiler untuk LK adalah 75
– 80%, PK adalah 70 – 80%, dan SK adalah 70 – 80%. Lubis (1992) juga menyatakan
bahwa Kecernaan ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis ternak,
macam bahan pakan, jumlah pakan yang diperlukan, cara penyediaan dan kadar
nutrisi.
4.3. Pertambahan Bobot Badan (PBB)
Berdasarkan hasil Praktikum
Ransum Unggas dan Non Ruminansia diperoleh hasil bahwa bobot badan awal ayam
broiler untuk TO U3 adalah 1680 gram dan untuk TO U4 adalah 1660 gram. Bobot
badan akhir ayam broiler untuk TO U3 adalah 1746 gram dan untuk TO U4 adalah 1748
gram, sehingga dapat diperoleh Pertambahan Bobot Badan (PBB) ayam broiler untuk
TO U3 adalah 66 gram/hari dan untuk TO U4 adalah 88 gram/hari. Rata – rata konsumsi ayam
broiler TO U3 dan TO U4 adalah 82,8 gram/hari. Bobot badan dan Pertambahan
Bobot Badan (PBB) ayam broiler periode finisher
tersebut berada di atas standar. Hal ini dapat disebabkan karena pakan yang
dikonsumsi digunakan secara optimal untuk pertambahan bobot badan ayam broiler.
Rasyaf (2004) mengungkapkan bahwa Ayam Broiler adalah ayam jantan atau betina
muda dengan bobot hidup antara 1,3-1,6 kg dan PBB per minggu antara 0,44 –
0,45kg pada umur 7-8 minggu. Mulyono dan Raharjo (2008) juga menambahkan bahwa Ayam
broiler periode finisher mempunyai konsumsi rata-rata 100 gr/hari. Hal ini juga
dinyatakan oleh Fadilah (2005) bahwa Pertumbuhan
bobot badan ayam dipengaruhi oleh genetis dan pakan. Pakan yang berkualitas
baik akan memenuhi kebutuhan nutrisi ayam sehingga pertumbuahan bobot badan
lebih cepat dan tinggi. Tingkat pertumbuhan ayam
akan berbeda pada setiap minggunya, bergantung pada strain ayam, jenis kelamin,
hormone dan faktor lingkungan yang mendukung (pakan dan manajemen).
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum
Ransum Unggas dan Non Ruminansia dapat disimpulkan bahwa ayam broiler yang
diberi pakan kontrol mempunyai nilai kecernaan yang tinggi, sehingga memberikan
bobot badan dan pertambahan bobot badan yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Fadilah, R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam
Broiler Komersial. Agromedia Pustaka, Depok.
Lubis, D. A. 1992. Ilmu
Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
Mulyono, B. dan Raharjdo, P. 2008. Ayam
Jawa Super. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Murtidjo
B, A. 1992. Mengelola Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.
National
Research Council. 1994. Nutrient
Requirement of Poultry. 8th Ed. National Academy Press, Washington D.C.
Piliang, W. G.
Djojosoebagio, S. 1990. Metabolisme
Lemak, Protein dan Serat Kasar.
Fisiologi Nutrisi I. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.
Rasyaf, M. 2004.
Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-24. Penebar Swadaya, Jakarta.
Scott, M.L.,M. C. Nesheim, dan R. J. Young 1982. Nutrition of The
Chicken. 3rd ed. N. Y. : M. L. Ithaca, Scoot.
Siregar, A. P.
Dan M. Sabrani. 1980. Tehnik Modern Beternak Ayam. Penerbit PT. Yasaguna,
Jakarta.
Suprijatna, E. 2005. Ayam
Buras Krosing Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S.
Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan
kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wahju, J. 1985. llmu
Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
mantap
ReplyDelete