BAB I
PENDAHULUAN
Di masa yang lalu, para peternak sapi perah tradisional lebih banyak
menggantungkan usahanya terhadap manfaat hasil penggunaan tiga sumber daya yaitu
ternak, tanah, tenaga kerja . sedangkan sumberdaya modal dan majemen belum
mendapat perhatian atau diabaikan. Berbicara mengenai manajemen, para ahli banyak yang
telah mendefinisikannya. Betapa pentingnya aspek manajemen ini, maka dalam
dunia usaha khusunya dalam bidang peternakan sapi perah, faktor tersebut dapat
membawa ke arah keberhasilan atau kebangkrutan usaha. Oleh karena itu manajemen
merupakan kunci kegiatan yang sepenuhnya bergabung pada kualitas manusianya
sebagai subyek pemeran utama. Aspek
manajemen tidak dapat dihitung jumlahnya dan juga sulit untuk mengukur
keterampilan manajemen secara parsial. Penilaian dapat dilakukan hanya
berdasarkan hasil akhir dari suatu kegiatan, apakah manajemennya baik atau
buruk. Khususnya dalam bidang peternakan sapi perah terdapat istilah General management (tatalaksana
peternakan) dan Practical management (tatalaksana
rutin peternakan). General management
adalah pengelolaan semua faktor produksi termasuk pemasaran, sedangkan Practical management adalah tatakasana
rutin yang dijalankan sehari-hari yang berkaitan dengan ternaknya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Sapi Perah
Sapi Fries Holland atau FH berasal
dari provinsi Belanda Utara dan Provinsi Friesland Barat. Sapi ini di Amerika
Serikat disebut Holstein Friesian atau disingkat Holstein dan di Eropa
disebut Friesian. Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya
tertinggi dibandingkan dengan sapi perah bangsa lainnya, tetapi kadar lemak susunya rendah. Sebagai gambaran, rataan produksi susu sapi FH di
Amerika Serikat rata-rata 7.245 kg/laktasi dengan kadar lemak 3,65 % (Sudono.,et al 2000).
Tanda – tanda
yang dimiliki bangsa ini antara lain memiliki warna putih dengan belang hitam, dapat juga hitam dengan belang putih sampai warna putih. Ekor harus putih,
warna hitam tidak diperkenankan, juga tidak diperbolehkan warna hitam didaerah
bawah persendian siku dan lutut, tetapi warna hitam pada kaki mulai dari
bahu atau paha sampai ke kuku diperbolehkan ( Syarief dan Sumopratowo, 1990). Sapi FH tergolong bangsa sapi yang paling rendah daya tahan panasnya, sehingga perlu dipertimbangkan iklim yang ada di daerah pemeliharaan (Soetardi, 1995).
2.2 Manajemen Pemeliharaan
2.2.1 Manajemen Pedet
Pedet waktu kecil hanya akan mengkonsumsi air susu sedikit demi sedikit dan secara bertahap
anak sapi akan mengkonsumsi calf starter (konsentrat untuk awal pertumbuhan yang padat akan gizi, rendah serat
kasar dan bertekstur lembut) dan selanjutnya belajar mengkonsumsi rumput (Imron, 2009). Pemberian pakan konsentrat
dengan protein kasar dan energi yang cukup pada pedet lepas sapih. Pakan tersebut
sangat diperlukan terutama untuk perkembangan ambing dan juga perkembangan tubuh (Siregar, 1990). Pada kondisi lepas sapih
atau sekitar umur empat bulan, sapi diberikan pakan hay secara bertahap
(Abbdullah, 2011).
2.2.2 Manajemen Sapi Dara
Sapi sebaiknya dimandikan setiap
hari dan pembersihan kotoran yang menempel dikulit (Siregar,
1990). Dewasa tubuh pada sapi dara dapat dicapai pada umur
15-18 bulan. Sehingga pada umur tersebut sapi mulai dapat dikawinkan , hal ini sangat penting supaya sapi betina cepat beranak pada umur 2,5
tahun. Pertumbuhan dari sapi dara ini tergantung dari
cara pemeliharaan dan pemberian makanannya. Biasanya setelah sapi tidak
mendapatkan susu lagi, sapi dituntut untuk makan konsentrat dan rumput yang telah disediakan agar pertumbuhan sapi dara tetap stabil (Muljana, 1985). Kesehatan sapi bisa dicapai dengan
tindakan higienis, sanitasi lingkungan, vaksinasi, pemberian pakan , dan teknis yang tepat
(Sugeng, 2000).
2.2.3 Manajemen Sapi Laktasi
Sapi harus selalu bersih setiap kali akan diperah, terutama bagian daerah lipatan paha sampai bagian belakang tubuh sapi
perah dan sebaiknya dimandikan sekurangnya satu kali sehari (Syarif dan Sumoprastowo, 1990). Kandang dibersihkan setiap hari agar sapi
senantiasa bersih dan bebas dari kotoran sehingga susu yang diperoleh tidak
rusak dan tercemar. Sebelum melakukan pemerahan dilakukan pembersihan lantai
kandang, tempat pakan, tempat minum, dan
kemudian membersihkan bagian ambing (Siregar, 1990). Pakan sapi perah laktasi terbagi menjadi dua
golongan yaitu pakan kasar dan pakan penguat atau konsentrat (Prihadi, 1996).
2.3 Manajemen Pakan
Ransum ternak besar (sapi) terdiri dari 60% hijauan dan 40% limbah
pengolahan pangan (bekatul dan bungkil),
sedangkan pemberian pakan konsentrat hendaknya sebelum hijauan, bertujuan untuk
merangsang pertumbuhan mikrobia rumen. Pakan hijauan diberikan setelah pemerahan agar mikrobia dalam rumen dapat dimanfaatkan dan karbohidrat
dapat dicerna (Reksohadiprojo, 1985). Konsentrat berfungsi sebagai suplai energi tambahan dan protein,
lebih lanjut dijelaskan bahwa protein ransun
bervariasi langsung dengan kandungan protein hijauannya, dimana campuran konsentrat dari bahan pakan protein dan energy kandungannya bervariasi antara 12% dan 18% PK (Tillman et al., 1984). Hijauan diberikan sepanjang hari secara ad libitum, hijauan juga diselingi dengan jerami padi sebanyak 1 kg yang
diberikan dua kali sehari. Pemberian konsentrat dilakukan dua kali sehari sesudah pemerahan. Fungsi utama dari pemberian konsentrat adalah mensuplai energi
tambahan yang diperlukan untuk produksi susu secara maksimum dan mengatur atau menyesuaikan tingkat protein
suatu ransum tertentu (Prihadi, 1996). Pemeliharaan sapi perah, air minum harus selalu ada atau tersedia karena air mempunyai fungsi sangat vital (Blakely
dan Bade, 1994). Konsentrat yang diberikan biasanya digunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan
pakan ( Sindoeredjo, 1970).
2.4 Manajemen Pemerahan
Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing. Pemerahan bertujuan untuk mendapatkan produksi susu yang
maksimal. Terdapat tiga tahap pemerahan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan
(Syarief dan Sumoprastowo, 1990). Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan
jumlah susu yang maksimal dari ambingnya, apabila pemerahan tidak sempurna sapi
induk cenderung untuk menjadi kering terlalu cepat dan produksi total menjadi menurun (Putra, 2009).
2.4.1 Fase Persiapan
Sebelum
pemerahan dimulai, pemerah mencuci tangan bersih-bersih dan mengeringkannya, kuku tangan pemerah dipotong pendek agar
tidak melukai puting sapi, sapi yang akan diperah dibersihkan dari segala
kotoran, tempat dan peralatan telah disediakan dan dalam keadaan yang bersih (Muljana, 1985).
Sebelum diperah sapi dimandikan
terlebih dahulu, ekor diikat ke kakinya
agar tidak mengibas-ibas ketika diperah,
pemerah juga harus dalam keadaan
sehat serta setiap puting dicek
kesehatannya (Syarief dan Harianto, 2011).
2.4.2 Pemerahan
Teknik pemerahan terdiri dari dua cara yaitu teknik pemerahan tangan dan teknik pemerahan menggunakan mesin. Teknik pemerahan dengan tangan ada dua, yaitu dengan dua jari dan empat jari, pemerahan dilakukan dengan cara
meremas puting dengan gerakan
jari-jari tangan secara berturut turut dari atas ke bawah
(Siregar, 1990). Proses pemerahan yang baik harus dalam interval
yang teratur, cepat, dikerjakan dengan
kelembutan, pemerahan dilakukan sampai
tuntas, dengan menggunakan prosedur sanitasi, serta efisien
dalam penggunaan tenaga kerja
(Prihadi, 1996). Teknik ini hanya dilakukan
pada sapi yang memiliki puting pendek. Teknik pemerahan yang kedua dilakukan
dengan cara menggunakan kelima jari. Puting dipegang antara ibu jari dan keempat jari lainnya, lalu ditekan dengan
keempat jari tadi (Syarief dan Harianto, 2011).
2.4.3 Pasca Pemerahan
Selesai diperah, ambing dilap menggunakan kain yang telah
dibasahi oleh desinfektan. Kemudian dilap kembali dengan kain yang
kering. Setelah itu ,puting juga dicelupkan ke dalam cairan
desinfektan selama 4 detik. Semua peralatan yang digunakan untuk memerah juga harus dibersihkan, kemudian dikeringkan. Susu hasil pemerahan juga harus segera ditimbang, dicatat, kemudian disaring agar kotoran saat pemerahan tidak ikut masuk ke dalam susu (Syarief dan Harianto, 2011). Sesudah pemerahan sebaiknya bagian puting dicelupkan dalam larutan desinfektan untuk menghindari terjadinya mastitis (Syarief
dan Sumoprastowo, 1990).
2.5 Manajemen Perkandangan
Perkandangan merupakan kompleks tempat tinggal ternak dan pengelola
yang digunakan untuk melakukan kegiatan proses produksi dari sebagian atau
seluruh kehidupannya dengan segala fasilitas dan peralatannya. Kandang adalah
tempat tinggal ternak untuk melakukan kegiatan produksi maupun reproduksi dari
sebagian atau seluruh kehidupannya ( Sudarmono, 1993 ). Pembuatan kandang sapi perah diperlukan
beberapa persyaratan yaitu : terdapat ventilasi, memberikan kenyamanan sapi
perah, mudah dibersihkan, dan memberi kemudahan bagi pekerja kandang dalam
melakukan pekerjaannya (Siregar, 1990).
Kandang didirikan untuk melindungi ternak dari hujan dan
sengatan sinar matahari yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kesehatannya.
Keseimbangan energi dari hewan sangat dipengaruhi oleh suhu pertukaran di dalam
kandang, kelembaban, makanan, kebasahan, kelembaban lantai kandang dan
ketebalan kulit dari hewan itu sendiri (Sudarmono, 1993).
2.5.1 Lokasi Kandang
Idealnya, letak
kandang agak jauh dari pemukiman
penduduk agar kebersihan dan kesehatan ternak yang
dipelihara terjamin. Para peternak di
Bali kebanyakan membangun rumah di tengah kebun atau tegalan yang cukup
jauh dari rumah. Namun karena faktor keamanan tidak semua
peternak dapat membangun kandang yang letaknya jauh dari rumah
(Guntoro, 2002). Lokasi ideal untuk membangun peternakan sapi perah adalah
daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman tetapi mudah diakses oleh
kendaraan. Kandang sebaiknya terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimum 10 meter dan
mendapatkan sinar matahari yang cukup (Syarief dan
Harianto, 2011).
2.5.2 Konstruksi Kandang
Konstruksi kandang
harus kuat, mudah dibersihkan, mempunyai sirkulasi udara yang baik, tidak lembab, tidak menyebabkan licin dan mempunyai tempat penampungan kotoran beserta saluran drainasenya. Konstruksi kandang harus mampu menahan beban
benturan dan dorongan yang kuat dari ternak, serta menjaga keamanan ternak dari
pencurian. Mendesain konstruksi kandang harus didasarkan agroekosistem
silayah setempat, tujuan pemeliharaan dan status fisiologi ternak. Tipe dan
bentuk kandang dibedakan menjadi berdasarkan status fisiologis ternak. Tipe dan Bentuk kandang dibedakan
berdasarkan status fisiologis dan pola pemeliharaan dibedakan yaitu kandang
pembibitan, pembesaran, kandang beranak/
menyusui, kandang pejantan (Williamson dan Payne, 1993). Atap kandang bisa berupa genting atau asbes.
Ketinggian atap setinggi 5 meter agar sirkulasi udara berjalan dengan baik.
Dinding kandang berupa semen setinggi 1,5 meter sedangkan bagian atasnya terbuka. Fungsinya
untuk mencegah terpaan angin langsung
mengenai sapi. Sedangkan alas berupa tanah yang dilapisi
semen agar mudah
dalam membersihkannya (Syarief
dan Harianto, 2011).
2.5.3 Tipe Kandang
Terdapat dua
jenis struktur kandang pemeliharaan sapi perah, yaitu kandang tunggal
dan kandang ganda. Kandang tunggal
adalah penempatan sapi pada satu baris dan biasanya dibuat di peternakan skala kecil. Kandang ganda adalah penempatan sapi pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling membelakangi (Syarief dan Harianto,
2011). Bentuk
dan tipe kandang sapi perah pada dasarnya tergantung pada jumlah sapi perah
yang dipelihara, keadaan iklim dan luas lahan yang dipelihara, selera dari
peternak sendiri (Siregar, 1990).
2.5.4 Sanitasi dan Penanganan Limbah
Kandang sapi perah dilengkapi dengan saluran
pembuangan berupa selokan kecil yang memanjang dibagian belakang posisi sapi. Cara pengambilan kotoran biasanya dengan mengguyurkan ke arah
kotoran sapi yang berserakan sehingga, kotoran tersebut langsung mengalir ke suatu bak penampungan (Setiawan,
2003).
2.6 Manajemen Perkawinan
Penerapan teknik manajemen perkawinan yang tepat melalui teknik
IB maupun perkawinan alam yang sesuai dengan kondisi setempat diharapkan dapat
meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan jumlah induk berkualitas yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani
dari usaha sapi. Pengamatan birahi dapat dilakukan setiap hari pada waktu
pagi dan sore hari dengan melihat gejala birahi secara langsung dengan
tanda-tandan estrus. Apabila birahi pagi
dikawinkan pada sore hari dan apabila birahi sore dikawinkan pada besuk pagi hingga siang Affandhy (2007). Lama estrus pada sapi 21 hari (hari ke 18-23) dari perkawinan, dilakukan melalui pengamatan
birahi lagi dan
apabila tidak ada gejala birahi hinggga dua siklus (42 hari) berikutnya, kemungkinan sapi induk tersebut
berhasil bunting (Boothby et al.,
1995).
2.7 Recording
Recording merupakan suatu pencatatan mengenai
asal-usul
ternak, bobot badan dan umur ternak, nama induk dan sebagian tentang
perusahaan itu sendiri (Santoso, 1997). Lingkar dada adalah salah satu konformasi tubuh sapi secara visual yang digunakan untuk menghitung bobot badan (Affandy, 2007). Kelembaban udara rata-rata pada iklim tropis diatas 60 % (Sugeng, 2000).
BAB III
METODOLOGI
Praktikum Manajemen Ternak Perah
dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2012 sampai dengan 11 Mei 2012 di Perusahaan Peternakan Sapi Perah Koperasi Serba Usaha
Nusantara, Desa Tlogo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.
3.1. Materi
Alat-alat
yang digunakan dalam praktikum ini antara lain milkcan, iodine, mesin cowper, mesin perah, kandang, meteran susu, meteran,
dan gerobak pakan . Bahan yang digunakan antara lain sapi perah.
3.2. Metode
Metode
yang digunakan dalam praktikum ini meliputi pengamatan langsung di lapangan dan
wawancara mengenai pengelolaan sapi perah yang meliputi manajemen pemeliharaan
sapi perah, manajemen pemerahan, manajemen perkandangan, manajemen pakan serta
recording. Manajemen pemeliharaan sapi perah meliputi pemeliharaan umum dan
pemeliharaan khusus. Manajemen pemerahan meliputi pengukuran rata-rata produksi
susu per sapi,
metode yang digunakan, dan lamanya pemerahan. Manajemen perkandangan meliputi
pengamatan, pengukuran dan pencatatan kandang sapi perah dan fisiologi
lingkungan. Manajemen pakan sapi perah meliputi perkiraan bobot badan (estimasi
bobot badan) yaitu dengan mengukur lingkar dada sapi betina, mengamati, menimbang dan mencatat ransum
yang diberikan. Recording yaitu dengan wawancara untuk mendapatkan keterangan
dari pihak perusahaan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum
Peternakan sapi perah koperasi
serba usaha Nusantara merupakan perusahaan bergerak dibidang peternakan sapi perah dengan
menghasilkan produk utama berupa susu. KSU Nusantara
terletak di Perkebunan Tlogo, kecamatan Tuntang, kabupaten Semarang. Luas area perusahaan 5 m2. Jumlah ternak yang dipelihara
ada 57 ekor sapi perah. Sapi yang dipelihara
adalah sapi perah jenis Peranakan Friesian Holstein (PFH). Sapi Peranakan Friesian Holstein memiliki ciri-ciri seperti warna bulu hitam
belang putih, tanduk pendek dan mengarah kedepan, mempunyai sifat tenang dan jinak. Hal ini sesuai dengan pendapat Muljana (1985) bahwa sapi perah PFH mempunyai
ciri-ciri warna bulu hitam belang putih, kaki bagian lutut kebawah serta ekor berwarna
putih, terdapat warna putih pada dahi yang berbentuk segitiga, tanduk pendek dan mengarah kedepan, mempunyai sifat tenang dan
jinak.
4.2 Manajemen Pemeliharaan
Manajemen pemeliharaan yang dilakukan
pada peternakan sapi perah ini adalah sanitasi kandang dan pemeliharaan ternak.
Sanitasi kandang dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu
di pagi hari dan sore hari. Sanitasi dilakukan sebelum pemerahan
pada ternak. Pemeliharaan ternak meliputi memandikan setiap dua hari sekali, mebersihkan
ambing dan ternak sebelum dilaksanakan pemerahan agar susu yang dihasilkan
dapat dijamin kebersihannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugeng (2000) yang menyatakan bahwa kesehatan sapi bisa dicapai dengan tindakan higienis, sanitasi
lingkungan yang rutin, vaksinasi, pemberian pakan, teknis yang tepat. Chamberlin (1993) menambahkan bahwa pemeliharan
sapi sebelum pemerahan
dilakukan persiapan diantaranya persiapan alat, pembersihan kandang dan
sanitasi ternak dengan membersihkan ambing dan puting terlebih dahulu.
4.2.1 Manajemen Pemeliharan Sapi Pedet
Pedet yang
dipelihara dipeternakan ini ada 27 ekor berumur 1 hari- 3
bulan antara lain 8 pedet jantan dan 19 pedet betina. Pedet di letakkan di kandang yang
berbeda dengan induknya, namun masih dekat dengan induknya hal ini dikarenakan untuk merangsang
produksi susu dari induknya, selain itu
kandang pedet yang didekatkan dengan induknya
bertujuan supaya dalam pemberian air susu ke pedet lebih mudah. Pakan pedet umur 1 hari- 2 bulan adalah susu dari induknya sebanyak 6 liter/harinya. Hal ini dilakukan karena lambung pada pedet belum berkembang dengan sempurna. Pemberian pakan konsentrat
dan hijauan diberikan pada pedet yang berumur 2-3 bulan
dengan tujuan untuk memmancing perkembangan organ pencernaannya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Imron (2009) bahwa waktu kecil pedet hanya akan mengkonsumsi air susu sedikit demi sedikit dan secara bertahap anak
sapi akan mengkonsumsi calf starter (konsentrat untuk awal
pertumbuhan yang padat akan gizi, rendah
serat kasar dan
bertekstur lembut) dan selanjutnya belajar mengkonsumsi rumput.
Pedet lepas sapih sekitar 3-4 bulan. Cara lepas sapih terhadap pedet
dilakukan setahap demi setahap mulai dari mengurangi pemberian air susu dan mulai
memberikan pakan konsentrat dan hijauan. Setelah pedet sudah suka dengan pakan tersebut maka susunya dihentikan secara
bertahap. Penyakit yang sering menyerang pedet pada peternakan ini adalah mencret. Penanganan penyakit ini dengan langsung diberikan obat. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1990) yang
menyatakan bahwa
memberikan pakan konsentrat dengan protein kasar dan energi yang cukup pada
pedet lepas sapih. Pakan tersebut sangata diperlukan terutama untuk perkembangan ambing dan juga perkembangan tubuh. Pemberiaan pakan tersebut dengan syarat bahwa pada saat sapih pedet sudah harus mampu makan konsentrat dan hijauan. Abbdullah (2011) menambahkan
bahwa pada kondisi lepas sapih atau sekitar umur empat bulan, sapi diberikan
pakan hay secara bertahap.
4.2.2 Manajemen Pemeliharaan Sapi Dara
Pemeliharaan sapi dara pada peternakan ini berjumlah 3-4 ekor sapi yang meliputi sapi pejantan dan betina. Perawatan sapi dara yaitu dilakukan sanitasi 2 kali sehari
yaitu pada pagi dan siang hari, pemberian pakan seperti biasa hanya jumlah konsentratnya lebih sedikit. Setiap 2 hari sekali dilakukan pembersihan ternak (pemandian ternak). Ternak dewasa kelamin sekitar umur 13-15 bulan. Pada saat itu ternak akan mengalami birahi.
Untuk mengamati atau mengetahui ternak birahi dapat perhatikan pada saluran reproduksinya yang merah, bengkak dan hangat serta dsapat dilihat
dari tingkah lakunya yang sering manjat-manjat atau menaiki ternak lain. Ternak
mulai dewasa tubuh sekitara umur 1,5 tahun dan pada saat itu ternak siap untuk dikawinkan
yang pertama kalinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1990) yang menyatakan bahwa sapi sebaiknya dimandikan setiap
hari dan pembersihan kotoran yang menempel dikulit. Muljana(1985) menambahkan bahwa dewasa tubuh pada sapi dara dapat dicapai pada umur 15-18 bulan. Sehingga
pada umur tersebut sapi mulai dapat dikawinkan , hal ini sangat penting supaya
sapi betina cepat beranak pada umur 2,5 tahun.
Pemberian pakan untuk sapi dara adalah 12 kg konsentrat dan 20 kg rumput. Pakan
diberikan 2 kali sehari. Pemberian
konsentrat diebrikan sebelum sanitasi dan rumput diberikan setelah proses pemerahan. Kesehatan ternak
dipantau setiap harinya ketika ternak sakit langsung ditangani. Misalnya sapi
luka pada putingnya ditangani dengan dibersihkannya puting dengan air hangat dan pemerahan
dilakukan secara manual agar sapi tidak merasa kesakitan. Pencegahan penyakit dilakukan dengan pemberian antibiotik. Hal ini sesuai dengan pendapat Muljana (1985) bahwa pertumbuhan dari sapi dara ini tergantung dari
cara pemeliharaan dan pemberian makanannya. Biasanya setelah sapi tidak mendapatkan susu lagi, sapi
dituntut untuk makan konsentrat dan rumput yang telah disediakan agar pertumbuhan sapi
dara tetap stabil. Sugeng (2000) menambahkan bahwa
kesehatan sapi bisa dicapai dengan tindakan higienis, sanitasi lingkungan, vaksinasi, pemberian pakan , dan
teknis yang tepat.
4.2.3 Manajemen Pemeliharaan Sapi Laktasi
Pemeliharaan sapi laktasi ini dilakukan secara rutin meliputi perawatan sapi, pemberian
pakan dan minum, pemerahan. Perawatan
sapi laktasi terdiri dari pemandian yang dilakukan 2-3 hari sekali, pembersihan ambing setiap kali akan melakukan pemerahan dengan
menggunakan air dan diberi desinfektan (Iodin) . Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif
dan Sumoprastowo (1990) yang menyatakan bahwa sapi-sapi harus selalu bersih
setiap kali akan diperah, terutama bagian daerah lipatan paha sampai bagian belakang tubuh sapi perah
dan sebaiknya dimandikan sekurangnya satu kali sehari. Sanitasi kandang yang
meliputi membersihkan kandang dari feses dan kotoran sebelum pemerahan agar tidak menyerap bau yang tidak enak dan tidak diserap oleh sus pada
saat pemerahan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Tillman et al., (1984) menambahkan
bahwa kandang dibersihkan setiap hari agar sapi senantiasa
bersih dan bebas dari kotoran sehingga susu yang diperoleh tidak rusak dan
tercemar. Sebelum melakukan pemerahan dilakukan pembersihan lantai kandang,
tempat pakan, tempat minum, dan kemudian membersihkan bagian ambing. Pemberian pakan 2 kali sehari. Pemebrian pakan terdiri dari dua
tahap yaitu pemberian konsentrat sebelum pemerahan dan pemberian hijauan
setelah pemerahan. Pemberian pakan konsentrat pada sapi laktasi lebih banyak
yaitu 14 kg dan hijauan 20 kg. pemberian minum diberikan 1 palung penuh ketika
pagi dan pada siang atau sore hari dicek jika habis ditambahkan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Prihadi (1996) bahwa
pakan sapi perah laktasi terbagi menjadi dua golongan yaitu pakan kasar dan
pakan penguat atau konsentrat.
4.3 Manajemen Pakan
Pakan sapi perah terdiri dari hijauan dan
konsentrat. Pakan yang diberikan
harus berkualitas yang tinggi dan harus melihat kandungan nutrisi yang
dibutuhkan untuk ternak. Pemberian
konsentrat diberikan terlebih dahulu dibandingkan hijauan. Biasanya pemberian
pakan konsentrat diberikan dengan bersamaan pakan lain karena untuk mencukupi
kebutuhan gizi yang dibutuhkan untuk ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Reksohadiprojo (1985) bahwa umumnya ransum
ternak besar (sapi) terdiri dari 60 % hijauan dan 40 % limbah pengolahan pangan
(bekatul dan bungkil), sedangkan pemberian pakan konsentrat hendaknya sebelum
hijauan, bertujuan untuk merangsang
pertumbuhan mikrobia rumen. Pakan hijauan diberikan setelah
pemerahan agar mikrobia dalam rumen dapat dimanfaatkan dan karbohidrat dapat
dicerna. Sindoeredjo (1970) menambahkan
bahwa konsentrat yang diberikan biasanya digunakan
bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan
pakan. Tilman., et al (1984) menambahkan bahwa konsentrat berfungsi sebagai suplai energi tambahan dan protein, lebih
lanjut dijelaskan bahwa protein ransun bervariasi langsung dengan kandungan
protein hijauannya, dimana campuran konsentrat dari bahan pakan protein dan energi kandungannya berfariasi antara 12 % dan 18 % PK.
Pemberian pakan dan minum diberikan setiap hari sebanyak 2 kali.
Khusus pemberian air minum diberikan
1 palung penuh ketika pagi dan sore dicek, jika air minum habis ditambahkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Prihadi (1996)
bahwa Hijauan diberikan
sepanjang hari secara ad libitum,
hijauan juga diselingi dengan jerami padi sebanyak 1 kg yang diberikan dua kali
sehari. pemberian konsentrat dilakukan dua kali sehari sesudah pemerahan.
Fungsi utama dari pemberian konsentrat adalah mensuplai energi tambahan yang
diperlukan untuk produksi susu secara maksimum dan mengatur atau menyesuaikan
tingkat protein suatu ransum tertentu.
4.4 Manajemen Pemerahan
4.4.1. Persiapan Pemerahan
Pemerahan dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi hari jam 06.00 WIB dan
sore hari jam 16.00 WIB. Persiapan yang dilakukan yaitu sapi digiring ke tempat
pemerahan kemudian sebelum diperah
ambingnya dibersihkan terlebih dahulu dengan menyemprotkan air menggunakan selang serta
memberikannya konsentrat agar sapi tenang. Hal ini sesuai dengan pendapat Muljana (1985) yang menyatakan bahwa sebelum pemerahan dimulai, pemerah mencuci tangan bersih-bersih dan mengeringkannya, kuku tangan pemerah dipotong pendek
agar tidak melukai puting sapi, sapi yang akan diperah dibersihkan dari segala
kotoran, tempat dan peralatan telah disediakan dan dalam keadaan yang bersih. Syarief
dan Harianto (2011) menambahkan bahwa sebelum diperah sapi dimandikan terlebih dahulu, ekor diikat ke kakinya agar tidak mengiba-ibas
ketika diperah, pemerah juga harus dalam keadaan sehat serta setiap puting
dicek kesehatannya.
4.4.2. Proses Pemerahan
Berdasarkan pengamatan, pemerahan dilakukan dengan dua cara yaitu dengan mesin perah dan
dengan tangan. Pemerahan dengan tangan dilakukan
karena hasil yang diperoleh dengan pemerahan mesin kurang maksimal. Pemerahan
dengan mesin dilakukan dengan memasangkan Teat Cupleaner ke tiap puting dan mesin akan langsung
bekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1990) bahwa teknik pemerahan terdiri 2 cara yaitu
teknik pemerahan tangan dan teknik pemerahan menggunakan mesin. Teknik pemerahan dengan tangan ada dua, yaitu dengan dua jari dan
empat jari, pemerahan dilakukan dengan cara meremas puting dengan gerakan
jari-jari tangan secara berturut turut dari atas ke bawah. Prihadi (1996) menambahkan bahwa proses pemerahan yang baik
harus dalam interval yang teratur, cepat, dikerjakan dengan kelembutan,
pemerahan dilakukan sampai tuntas, menggunakan prosedur sanitasi, efisien dalam
penggunaan tenaga kerja.
4.4.3. Pasca
Pemerahan
Setelah diperah, susu yang didapatkan langsung diukur berapa banyak
yang dihasilkan dari tiap sapi kemudian dicatat didalam kartu susu. Puting sapi
yang telah diperah juga disterilkan kembali dengan mencelupkannya pada larutan
desinfektan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Syarief dan Sumoprastowo (1990) bahwa sesudah pemerahan sebaiknya bagian puting dicelupkan dalam larutan
desinfektan untuk menghindari terjadinya mastitis.
Selain itu, peralatan yang digunakan juga dibersihkan kembali. Syarief dan Harianto (2011) menambahkan bahwa semua peralatan yang digunakan untuk memerah juga
harus dibersihkan, kemudian dikeringkan.
4.5 Manajemen Perkandangan
Keadaan kandang dan kepadatan kandang. Bangunan kandang
terdiri dari model atap miror, bahan atap asbes, rangka atap menggunakan baja
tiang menggunakan besi, alas kandang menggunakan karet kepadatan kandang 3,2
m2/ ekor. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarief dan Harianto (2011) bahwa atap kandang bisa berupa genting atau asbes.
Ketinggian atap setinggi 5 meter agar sirkulasi udara berjalan dengan baik.
Dinding kandang berupa semen setinggi 1,5 meter sedangkan bagian atasnya
terbuka. Fungsinya untuk mencegah terpaan angin langsung mengenai sapi.
Sedangkan alas berupa tanah yang dilapisi semen agar mudah dalam membersihkannya. Bangunan kandang dan ukurannya. Ditambahkan pendapat Siregar
(1990) bahwa untuk atap dapat digunakan genting, daun tebu, daun
kelapa,alang-alang, rumbia, ataupun ijuk. Pada daerah-daerah yang banyak angin
tidak dianjurkan memakai bahan atap dari genting. Sedangkan pada daerah yang
berhawa dingin, bahan atap dapat dari asbes ataupun seng Gangway 70cm lebar
kandang keseluruhan 24,4 m panjang kandang keseluruhan 37m tinggi atap 10m
panjang kandang 16,4 m lebar kandang 3,9m selokan panjang 3,9 m lebar 3,7m
tinggi 72cm, tempat pakan dan rumput panjang 1,7m lebar, 58cm, konsentrat
panjang 62 cm, lebar 58 cm. tempat minum panjang 1,36m lebar 58 cm. Hal ini
sesuai dengan pendapat Williamson dan Payne (1993) bahwa konstruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan,
mempunyai sirkulasi udara yang baik, tidak lembab, tidak menyebabkan licin dan
mempunyai tempat penampungan kotoran beserta saluran drainasenya. Konstruksi
kandang harus mampu menahan beban benturan dan dorongan yang kuat dari ternak,
serta menjaga keamanan ternak dari pencurian.
Mendesain konstruksi kandang
harus didasarkan agroekosistem wilayah setempat, tujuan pemeliharaan dan
status fisiologi ternak. Tipe dan bentuk kandang dibedakan berdasarkan status
fisiologis ternak. Status fisiologis dan pola pemeliharaan dibedakan menjadi kandang pembibitan,
pembesaran, kandang beranak/ menyusui, kandang pejantan.
4.6 Manajemen Perkawinan
Sistem perkawinan dilakukan ada 2 cara yaitu perkawinan alam dan
perkawinan buatan. Perkawinan
alam adalah perkawinan antara sapi betina dan sapi pejantan sedangkan
perkawinan buatan adalah perkawinan dengan cara IB. perkawinan alam dilakukan sesuai
dengan kondisi setempat. Di peternakan ini cara perkawinannya menggunakan cara IB (Inseminasi Buatan), dikarenakan
kondisi pada peternakan ini tidak memungkinkan untuk melakukan perkawinan secara
alami. Hal ini sesuai dengan pendapat Affandhy
(2007) bahwa penerapan teknik manajemen perkawinan yang tepat melalui teknik IB maupun perkawinan alam yang sesuai dengan
kondisi setempat diharapkan dapat meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan
jumlah induk berkualitas yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani
dari usaha sapi.
Sapi betina
dapat dikawinkan pada umur 17 bulan. Lama sapi estrus 21 hari. Kebuntingan
dapat diidentifikasi setelah 21 hari ternak
di IB, kemudian diperhatikan ternak
estrus kembali atau tidak pada saat itu. Hal ini sesuai dengan pendapat Boothby.,
et al (1995) bahwa Setelah 21 hari (hari ke 18-23) dari perkawinan, dilakukan pengamatan
birahi lagi dan apabila tidak ada gejala birahi hinggga dua siklus (42 hari)
berikutnya, kemungkinan sapi induk tersebut berhasil bunting.ditambahkan
pendapat Affandhy (2007) bahwa pengamatan birahi dapat dilakukan setiap hari
pada waktu pagi dan sore hari dengan melihat gejala birahi secara langsung
dengan tanda-tandan estrus. Apabila birahi pagi dikawinkan pada sore hari dan
apabila birahi sore dikawinkan pada besuk pagi hingga siang.
4.7 Recording
Recording yang dilakukan mencakup semua sistem
pemeliharaan ternak sapi perah meliputi produksi susu, reproduksi, kesehatan, iklim, umur, bobot
badan, pakan, namun
tidak dilakukan pencatatan terhadap tanggal lahir ternak. Produksi susu di pagi
hari lebih banyak dibandingkan sore hari. Reproduksi sapi perah di peternakan
ini adalah sapi birahi terjadi setelah dewasa kelamin dan dikawinkan pertama
kali setelah dewasa tubuh sekitar 1,5 tahun, sapi perah melahirkan pertama kali
sekitar 2,5 tahun dan pada umur itu ternak pertama kali diperah. Kesehatan sapi
perah tidak laktasi terdapat 1 ekor yang sakit dan ditempatkan dikandang
exercise, sedangkan sapi perah laktasi yang sakit ada dua dan tetap diperah. Iklim
tropis dengan suhu diperkandangan 21 oC dengan kelembaban 96 %. Umur sapi perah dipeternakan ini rata-rata 2,6
tahun dan bobot badan yang dimiliki sekitar 370,56 kg. Pakan yang diberikan adalaha rumput gajah dan
konsentrat yang dibeli di PT. Tossa. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso
(1997) yang menyatakan bahwa recording
meliputi pencatatan tentang asal-usul ternak, bobot badan dan umur ternak, nama
induk, dan sebagian tentang perusahaan itu sendiri. Ditambahkan pendapat Imron (2009) bahwa lingkar dada adalah salah satu konformasi tubuh sapi secara
visual yang digunakan untuk menghitung bobot badan. Diperkuat pendapat Sugeng (2000) bahwa kelembaban udara
rata-rata pada iklim tropis diatas 60 %
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum manajemen
ternak perah di peternakan Koperasi Serba Usaha Nusantara didapatkan kesimpulan
bahwa manajemen pemeliharaan pada pedet dan sapi dara memiliki perbedaan pada manajemen pemberian pakannya.
Manajemen pemeliharaan pedet hanya mengkonsumsi air susu terus menerus dan
manajemen pemeliharaan sapi dara mengurangi pemberian air susu dan menggantinya
dengan konsentrat dan hijauan agar lambung pada sapi dapat berkembang dan
pertumbuhan tetap stabil. Sanitasi dilakukan hanya 2 kali yaitu pagi dan sore
hari. Sanitasi pagi hari dilakukan sebelum pemerahan. Pemerahan dilakukan
dengan 2 cara yaitu dengan mesin perah dan dengan manual. Berdasarkan
pengamatan hasil rata-rata produksi susu sebanyak 8,57 liter. Pemerahan manual
dilakukan karena hasil dari pemerahan mesin kurang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Abbdullah. 2011. Analisis Pola
Pertumbuhan Sapi Perah Fries Holland (FH) Betina Sampai Kawin Pertama.
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian, Bogor.
Affandhy, Dicky Mohammad Dikman,
Aryogi.2007. Petunjuk Teknis Manajemen
Perkawinan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Penggemukkan Peternakan, Pasuruan.
VII + 43 halaman.
Blakely, J. dan
H. Bade, D. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi keempat.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang
Srigondono).
Boothby, D. and G. Fahey, 1995. A Practical Guide Artificial
Breeding of
Cattle.
Agmedia, East Melbopurne Vic 3002. pp 127.
Chamberlain. 1993. Milk Production in The Tropics. Intermediate
Tropical
Agriculture Series. Longman Scientific and Technical, England.
Guntoro,
S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius, Yogjakarta.
Imron, Muhammad. 2009. Manajemen Pemeliharaan
Pedet.http://betcipelang.info.
Muljana, W. 1985. Pemeliharaan dan Ternak
Kegunaan Sapi Perah. Aneka Ilmu. Semarang.
Prihadi. 1996. Tata Laksana dan Produksi
Sapi Perah. Fakultas Peternakan Universitas Wangsa Manggala. Yogyakarta.
Putra, A. 2009. Potensi
Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi erah (Studi Kasus
Pemerahan susu sapi Moeria Kudus Jawa Tengah). Magister Ilmu Lingkungan
Universitas Diponegoro, Semarang
Reksohadiprodjo, S. 1985. Pengantar Ilmu
Peternakan Tropik. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Puspaswara. Jakarta.
Santosa, U. 1997. Prospek Agribisnis
Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setiawan,
A.I. 2003. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sindoeredjo, S. 1970. Pedoman Perusahaan
Pemerahan Susu. Proyek Pengembangan Produksi Ternak. Dirjen Peternakan. Jakarta.
Siregar, Soribasya, M.S.
1990. Sapi Perah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soetardi, T. 1995. Peningkatan Efisiensi
Penggunaan Pakan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.
Puslitbang Peternakan. Bogor.
Sudarmono. 1993. Kandang Ternak Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Frey, J.K.R., Frahm, J.V. Whitemen J.E., Tamer & D.F. Stephen.
1972. Evaluation of Cow Type Classification Score and Its Relationship to Cow
Productivity. J. of An. Sci., 31 : 171 (Abstr).
Sudono, A., Rosdiana, F., Setiawan, B.S.
2000. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta Sudono,
A. 1984. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Jenderal Peternakan.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Sugeng. Y. B.
2000. Ternak Potong dan Kerja edisi 1. CV. Swadaya, Jakarta.
Syarief, M. Z. dan C. D. A.
Sumoprastowo.1990. Ternak Perah. CV. Yasaguna. Jakarta.
Syarif, E dan Harianto, B. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis
Sapi Perah. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Tillman, A.D., H. Hartadi., S.
Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosukojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak
Dasar. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta.
Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993.
Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. (diterjemahkan oleh Bambang Srigandono).
.
.